1.700 Peserta Ikuti Webinar Nasional “Rumpi Akbar” UI

815
×

1.700 Peserta Ikuti Webinar Nasional “Rumpi Akbar” UI

Sebarkan artikel ini

Depok, faktapers.id – Sebanyak 1.700 peserta mengikuti Webinar Nasional tentang Refleksi Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) dan Persiapan Studi 2021 yang digelar Peneliti Universitas Indonesia (UI), Sabtu (12/12/2020). Kegiatan yang bertajuk Rumpi Akbar 2021 ini bekerjasama dengan Tanoto Foundation ini menghadirkan Devie Rahmawati, Nadia Yovani, Mila Viendyasari, Indera R Irawati.

“Penelitian Evaluasi Pendidikan Jarak Jauh pada Pelajar dan Mahasiswa di Jabodetabek ini didukung penuh oleh Tanoto Foundation, menggunakan metode  survei online, FGD dan Big Data selama periode September – November 2020. Survei online berhasil menjaring 2.320 responden yang terdiri atas 1819 responden peserta didik (siswa dan mahasiswa); 267 responden pengajar (guru dan dosen); serta 234 orang tua. Penelitian menghasilkan tiga serial temuan, dimana untuk temuan pertama kami memfokuskan diri pada variable jenis pengetahuan, persepsi siswa/mahasiswa terhadap kompetensi pengajar, pemenuhan informasi dan gaya belajar (learning style),“ ujar Mila Viendyasari, peneliti PJJ.

“Studi ini menemukan bahwa jenis pengetahuan yang banyak diperoleh peserta didik selama periode PJJ ialah Tacit Knowledg,e yaitu pengetahuan yang berasal dari pengalaman, dan hanya mampu dipahami oleh orang yang mengalaminya. Hal ini sejalan dengan temuan bahwa para pengajar lebih banyak menyampaikan materi dengan model konsultatif. Pengajar memainkan peran sebagai fasilitator dan motivator bagi peserta didik. Para pengajar sudah mampu memainkan peran sebagai pengajar yang sesuai dengan karakter pembelajaran jarak jauh,” ujar Nadia Yovani, peneliti PJJ.

“Menariknya, hasil temuan kualitatif mengungkapkan bahwa model konsultatif dengan konten pembelajaran yang bersifat tacit dinilai peserta didik sebagai proses yang tidak diterima sepenuhnya oleh peserta didik sebagai proses pembelajaran. Mereka merasa tidak seperti sedang menjalani studi. Temuan ini dapat dipahami, mengingat karakter PJJ yang mengharapkan peserta didik sebagai agen pembelajaran aktif. Sedangkan, sebelum PJJ, para peserta didik terbiasa menerima seluruh pengetahuan dari satu sumber pengetahuan, yaitu para pengajar. Para peserta didik belum terbiasa dengan model pembelajaran mandiri melalui PJJ,” seru Devie Rahmawati, Ketua Tim Peneliti PJJ.

“Studi ini mendapati juga bahwa gaya belajar para peserta didik didominasi dengan gaya reflektif (58 persen) dan intuitif (52 persen). Reflektif mengacu kepada gaya belajar  yang memikirkan materi dalam-dalam ketimbang mempraktekkannya. Sedangkan gaya intuitif mengacu pada upaya mempelajari konsep. Tidak hanya itu gaya belajar global, yaitu gaya yang mengacu kepada kemampuan untuk mengerti gambaran utuh secara jelas namun kabur untuk detil materinya, juga memperlihatkan persentase yang tinggi yaitu sebesar (72 persen). Serta gaya belajar yang menekankan pada gaya verbal, yaitu berdiskusi dengan sesama peserta didik, juga cukup besar  (56 persen),” ujar Indera Irawati, peneliti PJJ.

“Temuan kualitatif mengungkapkan bahwa gaya belajar yang menekankan pada transfer konsep dan teori (reflektif), dinilai peserta didik membuat mereka menjadi merasa lebih lelah selama PJJ. Dari temuan ini, kami menilai bahwa peserta didik membutuhkan gaya belajar yang dapat membuat peserta didik aktif walau belajar di rumah.  Kebutuhan ini dapat dipenuhi bila konten pembelajaran yang diberikan selama PJJ juga mengakomodasi pembelajaran sequensial, praktik. Hal ini yang menyebabkan para peserta didik mengakui bahwa mereka masih mengandalkan teman sebagai sumber pengetahuan. Mereka masih menyandarkan diri pada komunikasi lisan untuk belajar. Meskipun mereka generasi internet, literasi digital yang belum cukup, membuat tidak semua peserta didik mengetahui cara mengeksplorasi pengetahuan di dunia maya,” tambah Devie Rahmawati.

“Penelitian ini menemukan bahwa para sebagian peserta didik, pengajar dan orang tua, sepakat untuk memilih pembelajaran offline kembali dilakukan selepas pandemi. Pengungkapan ini, peneliti analisa bukan karena PJJ adalah metode pembelajaran yang negatif. Namun, dibutuhkan waktu untuk mempersiapkan peserta didik agar terbiasa menjadi pembelajar aktif, yang tidak mengandalkan satu sumber. Tidak hanya itu, penelitian ini menemukan juga bahwa tidak semua peserta didik di setiap jenjang pendidikan, siap untuk melakukan PJJ. Mengingat banyak hal positif dari PJJ di antaranya peserta didik menjadi lebih bebas mengeksplorasi pemenuhan informasi, tidak kaku misalnya,” tutup Nadia. (Ilham)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *