Jakarta, Faktapers.id –Ketua komisi hukum MUI HM Baharun menanggapi polah publik yang emosi karena himbauan pemerintah untuk sementara tidak ke masjid karena pandemi virus Corona alias Covid-19 dengan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).
Pernyataan tersebut dilontarkan HM Baharun melalui via whatsapp pribadinya, Sabtu (24/7/2021).
” Prof, ingin meminta tanggapan tentang pertanyaan pertanyaan masyarakat berkaitan dengan PPKM yaitu “Dalil Quraan dan Hadist bahkan ijma ulama atau kiyas
Tentang hukumnya menutup masjid untuk shalat dan melarang umat ibadah di masjid?,” kata Faisal 6444 humas PWI Koordinatoriat Jakbar.
Ketua komisi hukum MUI HM Baharun dan juga guru besar sosiologi agama Islam serta Pendiri Nahdlatul Ulama (NU) menjawab pertanyaan yang selama ini kebinggungan masyarakat, atas sikap pemerintah memperlakukan PPKM dengan menutup sejumlah masjid yang masuk zona merah agar masyarakat beribadah dirumah saja.
“PPKM adalah upaya pemerintah untuk melakukan pembatasan kerumunan. Kerumunan itu bisa di tempat ibadah, sekolahan, pasar, lapangan dan gedung yang berisi keramaian orang,”kata HM Baharun
“Nah dari kerumunan inilah indikasi kuat terjadinya penyebaran virus Corona itu.
Agama menganjurkan umatnya untuk menghindar dari wabah yang merupakan ujian bagi manusia ini. Takut Corona harus dihindari, namun takut kepada Allah justeru harus didekati. Karena Nabi sendiri yang kasih contoh bagaimana cara kita menghindar dari mara-bahaya termasuk penyakit,” tegasnya.
“Untuk itu ada ikhtiar pembatasan tadi.
Masjid memang tidak boleh ditutup. Tapi dibatasi seminimal mungkin bagi yang ibadah berjamaah misalnya dengan cuci tangan, jaga jarak yang ketat dan menggunakan masker. Selain doa, ikhtiar untuk itu wajib dilakukan dalam rangka perintah agama yang memerintah kita untuk menjaga nyawa (hifz nafs) dari segala ancaman, termasuk penyakit” kata Prof Bahrun.
“Upaya kita saat ini adalah harus meminimalisasi kerumunan sosial, namun harus memaksimalisasi ibadah ritual maupun sosial.
Dalam kondisi darurat seperti saat ini jika tidak memungkinkan kita shalat berjamaah di masjid seperti biasanya, dapat dilaksanakan berjamaah di rumah. Termasuk shalat Jum’at yang status hukum asalnya _’azimah_ (jika dalam kondisi normal), menjadi _rukhshah_ atau dapat dispensasi. Secara kondisional dalam keadaan darurat. Sehingga bisa digantikan shalat di rumah. Agama itu mudah, dan selalu memberikan jalan keluar yang meringankan. Terkadang kita sendiri yang membuat kesulitan, di luar tuntunan yang banyak kita temukan jalan keluar dari berbagai persoalan yang dihadapi” Pungkasnya.
Secara resmi oleh Ketua Komisi Fatwa MUI Hasanuddin AF pernah menghimbau melalui Fatwa MUI bernomor 14 Tahun 2020. Pertama terutama diarahkan kepada orang yang telah terpapar Covid-19, yang wajib menjaga dan mengisolasi diri agar tidak ada penularan kepada orang lain.
Kemudian bagi orang yang sehat dan belum diketahui apakah sudah terpapar atau belum, namun berada di daerah yang potensi penularannya tinggi, dibolehkan meninggalkan salat Jumat atau shalat lainnya di masjid, dan menggantinya dengan shalat di rumah masing-masing.
Sedangkan untuk kawasan dimana sebaran infeksi corona mulai tak terkendali dan mengancam jiwa, umat Islam tidak boleh menyelenggarakan shalat Jumat maupun shalat berjamaah lainnya di tempat ibadah di kawasan tersebut, sampai keadaan menjadi normal kembali. Kornel