Singaraja.Faktapers.id – Sampah tentunya menjadi masalah pencemaran lingkungan yang krusial di setiap negara. Indonesia dengan program perang terhadap sampah terus digaungkan bahkan seluruh desa mencanangkan dan menganggarkan biaya kebersihan serta pengelolaan sampah secara maksimal
Seperti yang di lakukan Kades Baktiseraga Kecamatan Buleleng/Bali Gusti Putu Armada bersama staf Pemdes, pengelolaan sampah berbasih residu menggandeng seluruh lapisan masyarakat dilingkunganya bahkan Gudang TPST3R mampu mengelola sampah berbagai jenis. Dalam memantapkan pembangunan desa dalam pengelolaan sampah , Kades Armada bersama staf Komang Ariawan melakukan studi ke Negara Jepang tepatnya di kota Ozaki mulai Jumat (13/10/2023) bertolak dari Desa Baktiseraja. Hampir sehari perjalanan dengan pesawat udara hingga tiba di Kota Ozaki
Study dalam seminggu penuh, Kades Armada sangat terpukau atas kebersihan kota O tersebut yang mampu mengelola sampah dari rumah masyarakat. Dikonfirmasi diruang kerjanya Senin(23/10) Kades Baktiseraga Gusti Putu Armada bersama Komang Ariawan mengungkapkan kepada Faktapers.id, kedatanganya study ke Osaki/Jepang berdasarkan kajian Tim Dinas Lingkungan Hidup Prov Bali atas apresiasinya mengelola sampah berbasih sumber,”Prov Bali melakukan kerjasama dengan Pemerintah Jepang , sehingga Desa Baktiseraga dengan ntiket ke Tiga diberangkatkan untuk lebih mendalami cara pengelolaan sampah di kolta Osaki. Tata kelola sampahnya hampir sama dengan kita. Kita ada 3 desa di Bali melakukan kunjungan bersama DLH Bali,ternyata kita betutl-betul diajarkan dan diperlihatkan bagaimana kota Olsaki itu mengelola sampahnya yang tidak terlepas dari melibatkan masyarakat itu sendiri,”papar Gusti Putu Armada.
Armada di Osaki sangat disambut baik bak layaknya kunjungan kepala daerah, para tenaga pemerintah Osaki di kantolrnya saat itu. Lanjut Armada atas pengalaman yang didapatnya,”Olsaki melakukan pengelolaan sampah dengan masyarakatnya sejak tahun 1996 atas kualahan mereka menerima sampah dari masyarakatnya dan semua lari ke TPA dan kemudian merekan mencetuskan sebuah gagasan untuk mengajak warganya mengelola sampah dari rumah cdan betul setelah kami lihat antusias masyarakat di rumahnya dalam mengelola sampah sangat tinggi. Bahkan sampah dari rumah tangga menjadi tiga, sisa makanan(proses jadi pupuk), daun, dan plastik (palstik direaisakel dijual kepada pihak ketiga) sehingga sampah yang ada di TPA menurun 80 persen karena sampah memiliki nilai ekonomi,”terangnya.
Dengan konsep seperti yang didapat di Osaki/Jepang, Armada yang telah menerapkan pola yang sama walaupun secara pasti belum 100 persen namun masih dibutuhkan kesadaran masyarakatnya dalam mengelola sampah dari rumahnya sendiri”Pola kita sama dengan di Osaki, tetapi kita akan lebih mencoba membuat pola baru dengan mengumpulkan 100 KK untuk lebih memantapkan pengalaman yang kami dapat dari luar untuk dievaluasi sehingga khusus di Baktiseraga sembari berjalan dan nantinya 14 November 2023 rencana Pemerintah Osaki akan datang ke Baktiseraga. Kita sangat berharap mendekat musim hujan ini dan kita terbayang dalam pemikiran mereka bisa kenapa kita tidak dan kalau ini dapat kita lakukan Niscaya masalah sampah tidak lagi menjadi persoalan apa ladi desa dan kelurahan lain ikut perang dalam mengelola sampah dengan baik dan tidak terlepas suport dari pemerintah Kabupaten dan Provensi tentu akan mengurangi tumpukan sampah dan Desa Baktiseraga pasti bisa lakukan seperti di Osaki/Jepang,”ujar Armada
Diketahui negara Jepang telah dilakukan penelitian oleh Universitas Yale dan Universitas Columbia yang bekerja sama dengan World Economic Forum (WEF) untuk mengukur kebersihan dan keramahan lingkungan. Jepang Negara Matahari Terbit ini memang terkenal akan budaya bersih dan pengelolaan sampahnya. Aturan mengenai sampah di Negeri Sakura ini cenderung ketat, bagi pelanggar dikenakan Undang-Undang Pengelolaan Sampah di Jepang akan dikenakan hukuman hingga lima tahun penjara atau denda 500 ribu yen.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Pemerintah Kota (Pemkot) Osaki, Jepang Katsuya Tokurei mengatakan, pihaknya berupaya memberikan pendidikan di masyarakat untuk mengurangi volume sampah. Dia juga yakin, meski berbeda budaya dan tingkat kesadaran antara masyarakat Indonesia dan Jepang, namun setiap manusia pada dasarnya bisa belajar. Perkembangan sistem kelola sampah pun terus dilakukan. Sekitar tahun 1990 hingga 2000, Jepang membuat sistem Basic Environment Act (1993). Sistem ini menjadi acuan dasar untuk kebijakan lingkungan di Jepang. Selain itu, sistem legal untuk menciptakan masyarakat yang gemar melakukan daur ulang sampah segingga dapat mengurangi volume pada TPA yang dihasilkan setiap harinya yang mencapai 4.200 meter kubik.
(ds).