Headline

Hari Ini, MK Kembali Sidangkan Uji Materi Batas Usia Capres-Cawapres , Penggungat: Frasanya Multitafsir

73
×

Hari Ini, MK Kembali Sidangkan Uji Materi Batas Usia Capres-Cawapres , Penggungat: Frasanya Multitafsir

Sebarkan artikel ini

 

Faktapers.id – Mahkamah Konstitusi (MK) akan kembali menggelar sidang soal batas usia minimal capres-cawapres pada hari ini, Rabu, 8 November 2023. Gugatan tersebut disampaikan oleh mahasiswa Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia), Brahma Aryana. Sidang ini dilangsungkan hanya sehari setelah Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) mencopot Anwar Usman dari posisi Ketua MK.

“Iya, (jadwal sidang) jam 13.30,” kata Brahma kepada Tempo melalui pesan singkat, Rabu, 8 November 2023. Perkara tersebut juga sudah tercantum dalam jadwal sidang di laman resmi MK dengan nomor 141/PUU-XXI/2023.

Agenda sidang hari ini adalah pemeriksaan pendahuluan untuk uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu). Diketahui, Brahma resmi menyampaikan gugatannya ke MK pada 23 Oktober 2023 lalu.

Brahma mengatakan gugatan tersebut dia ajukan karena merasa masih ada ketidakpastian hukum dalam putusan MK soal batas usia minimal capres-cawapres sebelumnya. Pasca putusan MK pada 16 Oktober 2023, huruf q Pasal 169 UU Pemilu soal batas usia capres-cawapres dimaknai berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah.

“Soal frasanya menurut saya multitafsir karena menimbulkan pertanyaan, Pemilu pada tingkat apa nih? Kan DPR, DPD, dan DPRD kabupaten-kota juga melalui Pemilu,” kata Brahma. Jika semuanya diperbolehkan, ujar Brahma, maka batas usia capres-cawapres efektif menjadi 21 tahun, sesuai dengan batas usia minimal anggota DPRD kabupaten atau kota.

Selain itu, Brahma juga mempermasalahkan komposisi hakim yang memutus gugatan batas usia minimal di UU Pemilu. Dia berujar hanya ada tiga hakim yang mengabulkan gugatan tersebut dengan frasa yang saat ini digunakan. Padahal, menurut Brahma, seharusnya sebuah putusan di MK disetujui oleh lima orang hakim agar memenuhi kuorum.

Brahma berharap MK dapat memutus gugatannya dengan cepat. Pasalnya, pasangan calon capres-cawapres peserta Pilpres 2024 akan segera ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). “Masa iya dalam penetapan keputusan KPU itu ada salah satu calon yang berangkat dari putusan multitafsir? Itu bisa saja digugat ke PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara),” ujar Brahma.

Sebelumnya, MKMK menyatakan Ketua MK Anwar Usman melakukan pelanggaran berat kode etik dan perilaku hakim saat memutus gugatan batas usia capres-cawapres. Atas pelanggaran berat itu, MKMK memberikan sanksi pemberhentian dari Ketua MK.

Menurut Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie, putusan sanksi tersebut diberikan sebelum tenggat perubahan nama capres-cawapres pada Rabu, 8 November 2023 untuk memberi kepastian kepada masyarakat. “Jauh lebih penting, bagaimana tradisi negara hukum dan demokrasi kita terus meningkat mutu dan integritasnya,” kata Jimly Asshiddiqie saat membacakan putusan di Gedung I MK, Jakarta, Selasa, 7 November 2023.

MKMK memerintahkan wakil ketua MK memimpin penyelenggaraan pemilihan pimpinan baru dalam 2×24 jam. Atas sanksi pemberhentian Anwar Usman dari Ketua MK, Bintan R. Saragih menyampaikan dissenting opinion.

Kendati begitu, MKMK menyatakan tak berwenang mengubah putusan MK tentang batas usia minimal capres dan cawapres. Hal ini disebabkan MKMK hanya berwenang mengadili pelanggaran etik.

“Tidak terdapat kewenangan MKMK untuk melakukan penilaian hukum terhadap Putusan MK, terlebih lagi turut mempersoalkan perihal keabsahan atau ketidakabsahan suatu putusan,” kata Wahiduddin Adams saat membacakan putusan MKMK di Gedung I MK, Jakarta, Selasa, 7 November 2023.

Keterlibatan Anwar Usman dalam pengambilan putusan membuka jalan kemenakannya, Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka, maju sebagai cawapres Prabowo Subianto. Padahal, putra sulung Presiden Joko Widodo alias Jokowi itu belum genap berusia 40 tahun. “(Anwar Usman) terbukti melakukan pelanggaran berat prinsip ketidakberpihakan, integritas, kecakapan dan kesetaraan, independensi, dan prinsip kepantasan dan kesopanan,” kata Jimly. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *