Faktapers.id JAKARTA – TPN Ganjar-Mahfud MD resah menghadapi beredarnya informasi dugaan operasi tidaklah wajar yang digunakan turut menghadirkan nama Menteri Keamanan (Menhan) Prabowo Subianto di rencana pembelian 12 pesawat Mirage bekas dari Qatar.
Sejumlah lembaga seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), hingga Komisi I DPR didesak turun tangan mendalami informasi tersebut.
Deputi Hukum TPN Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis mengaku resah melawan informasi menyangkut dugaan operasi tiada wajar di rencana pembelian 12 pesawat Mirage.
Apalagi, akademisi Connie Rahakundini Bakrie menduga ada janji kickback sebesar 7 persen dari total dana kegiatan melebihi USD50 juta. Kejanggalan Todung semakin menjadi setelahnya mendengar kabar temuan telegram terkait operasi mencurigakan pada investigasi Group of States Against Corruption (GRECO) yang mana berbasis di dalam Uni Eropa.
“Saya membaca copy dari telegram yang dimaksud dan juga menurut saya ini sangat serius. Apalagi kita bicara di konteks pemberantasan korupsi, transparansi, dan juga akuntabilitas. Kalau betul, nah ini memang sebenarnya satu skandal ya,” ujar Todung di area Medcen TPN Ganjar-Mahfud, Ibukota Pusat, Hari Minggu (11/2/2024).
Meski informasi itu masih perlu diadakan konfirmasi, Todung merasa gundah. “Kok kita belum bisa saja memberantas transaksi-transaksi mencurigakan seperti ini?” katanya.
Pesawat bekas itu sejatinya hendak dihibahkan oleh Qatar ke Indonesia. Menhan ketika itu Juwono Sudarsono menolak hibah pesawat yang disebutkan lantaran mahal biaya perawatan
Todung merasa janggal Prabowo berencana membeli pesawat bekas tersebut. Apalagi pembelian itu turut melibatkan pihak ketiga yakni perusahaan broker jika Ceko.
Terlepas dari itu, ia mengapresiasi penyelidikan yang tersebut dijalankan GRECO. Dia pun memohonkan lembaga pada Indonesia seperti KPK, BPK, hingga Komisi I DPR turun tangan mendalami temuan tersebut.
“Menyerukan untuk KPK untuk terlibat dan juga menyelidiki kegiatan janggal ini. KPK sudah ada membaca berita ini, setidaknya KPK harus mengambil inisiatif mencari tahu kemudian terlibat terlibat pada penyelidikan,” ujar Todung.
“BPK harus melakukan audit. Kementerian Defense itu kan berada di area bawah Komisi I DPR, maka lembaga parlemen didesak segera bekerja. Transaksi yang sangat kontroversial ini seharusnya menjadi isu, menjadi perhatian dari Komisi I DPR. Nah, kenapa Komisi I tiada mengambil langkah-langkah?” katanya.
(*)