Headline

Jembatan Yeh Empas Dibangun Tentara, Perjuangan Lompat Batu ke Sekolah Tinggal Cerita

1017
×

Jembatan Yeh Empas Dibangun Tentara, Perjuangan Lompat Batu ke Sekolah Tinggal Cerita

Sebarkan artikel ini

Tabanan-Bali. faktapers.id – Pagi baru saja merekah. Matahari bersinar hangat di langit timur, cahayanya menelusup di antara kerimbunan pepohonan kebun warga. Pagi di penghujung Oktober 2019 itu, terlihat derap langkah siswa-siswa SMPN 5 Tabanan penuh semangat, tidak lunglai seperti hari-hari lampau.

“Kalau dulu, kami harus bersusah payah kalau berangkat sekolah. Harus turun untuk menyeberangi aliran Sungai Yeh Empas, kalau mau berangkat ke sekolah di SMPN 5 Tabanan. Kadang takut karena kondisi air sungai sering meluap, bercampur lumpur,” ujar Ni Ayu Made Siska Prasetia Dewi, siswa kelas VII SMPN 5 Tabanan, dengan ekspresi membayangkan kecemasan.

Siska, panggilan akrabnya, selama ini selalu harus menyeberangi aliran Sungai Yeh Empas jika berangkat ke sekolah dari tempat tinggalnya di Desa Bongan. Sungai Yeh Empas memisahkan Desa Bongan dengan desa tetangganya, Gubug. Selama berpuluh-puluh tahun kedua desa itu seakan terpisah karena ketiadaan jembatan sebagai penghubung.

Selama ini, dalam keseharian, Siska bersama teman-temannya lebih memilih menyeberangi Sungai Yeh Empas untuk menuju ke sekolah. Terutama bila aliran sungai tidak dalam keadaan banjir.

Ada jalur lewat desa lain yang sudah dihubungkan jembatan, namun waktu tempuh dari Desa Bongan ke sekolah menjadi lebih lama, karena jaraknya relatif lebih jauh. Bila berangkat dengan menyeberang sungai, alur perjalanan menjadi lebih singkat.

“Lebih dekat bila lewat sungai, meski harus melompat-lompat dari bongkahan batu sungai yang satu ke batu yang lain. Ini kami lakukan agar sepatu tidak basah menginjak air,” ujar Siska, dibenarkan beberapa temannya yang lain.

Namun apa daya, jika hujan turun deras dan air sungai meluber tinggi, maka Siska dan teman-temannya terpaksa mengambil jalan memutar melewati jalan lain.

“Kalau banjir, kami harus jalan memutar. Tidak mau ambil resiko bila sungai sedang berair deras,” kata Wayan, teman sekelas Siska, menambahkan.
Berangkat dari pengalaman seperti itu, baik Wayan maupun puluhan pelajar yang lain, mengaku bersyukur dengan telah dibangunnya jembatan yang menghubungkan dua desa tetangga yang selama ini bagai terputus, atau terbelah oleh aliran sungai.

“Sekarang saya dan teman-teman sangat bersyukur. Sejak dibangunnya jembatan di atas aliran Sungai Yeh Empas, kami tidak perlu lagi loncat-loncat batu di tengah sungai kalau berangkat ke sekolah. Kami tidak takut lagi kalau air sungai meluap. Terima kasih Bapak Tentara yang sudah membuatkan kami jalan, sehingga ke sekolah tidak susah lagi. Juga lebih dekat jaraknya dari rumah ke sekolah,” kata Wayan girang didampingi teman-temannya sembari berjalan melintasi jembatan.

Jembatan Tingkatkan Roda Perekonomian
Desa Gubug termasuk desa pertanian yang terletak di dataran rendah dengan ketinggian 75 – 150 meter di atas permukaan air laut. Suhu udara berkisar 26-32 C dengan curah hujan 200-700 mm per tahun. Jarak tempuh Desa Gubug dengan Kota Denpasar, ibu kota Provinsi Bali, kurang lebih 28 km.

Kelian Adat Banjar Tonja Desa Gubug I Nyoman Sujana, dengan bersemangat mengisahkan rasa kebahagiaan warga karena telah memiliki jembatan yang menghubungkan dengan desanya dengan desa tetangga, Bongan. Jembatan ini memiliki nilai strategis karena dapat mempercepat lajunya roda perekonomian di Desa Gubug, Bongan, dan sekitarnya.

“Warga kami kebanyakan bertani padi dan berkebun. Kalau ada jembatan, jadi gampang mengangkut hasil panen. Begitu juga jika ada yang hendak menjual kelapa, tentu tidak perlu jauh sampai harus memutar segala jika mau ke pasar,” ujar Nyoman Sujana.

Dia melanjutkan, selain memiliki nilai ekonomis, jembatan juga sangat dibutuhkan anak-anak sekolah sehingga jarak tempuh dari rumah menuju tempat belajar tidak perlu melewati jalan yang memutar dan beresiko. Dikatakan beresiko, karena jika tidak bisa melewati Sungai Yeh Empas, tidak ada pilihan lain bagi anak-anak selain melewati jalan raya jalur provinsi jurusan Gilimanuk-Denpasar, yang setiap hari selalu ramai dan banyak bus melaju dengan kecepatan tinggi.

Nyoman Sujana melanjutkan, fungsi jembatan selain mempercepat akses perekonomian dan sekolah, keberadaannya juga mempermudah melaksanakan upacara nganyud, serangkaian upacara kremasi atau ngaben.

“Dengan jembatan ini, khususnya kami masyarakat di dua desa, tidak lagi sulit melaksanakan upacara nganyud. Mulanya kami harus menempuh jalan setapak yang kadang licin saat musim hujan, untuk kepentingan nganyud. Tapi sekarang dengan pembangunan jembatan ini, kepentingan nganyud menjadi sangat terbantu,” ujarnya.

Ia menambahkan, biasanya setelah melaksanakan upacara ngaben, abunya dilarung ke Tukad Yeh Empas, sebab air Tukad Yeh Empas bermuara ke Pantai Yeh Gangga. “Sampai saat ini masih kami lakukan,” lanjutnya.

Di samping itu, kata dia, Tukad Yeh Empas juga dipergunakan masyarakat Desa Bongan untuk melaksanakan upacara ngangkid serangkian upacara tiga bulanan. Ngangkid merupakan salah satu upacara untuk memohon keselamatan sang bayi. “Intinya kami senang dan berterima kasih, karena ada akses yang lebih mudah untuk kelancaran mobilitas masyarakat,” katanya.

Dandim 1619/Tabanan Letkol Inf Toni Sri Hartanto mengatakan, pembangunan jembatan yang melintang di atas aliran Sungai Yeh Empas, merupakan salah satu kegiatan fisik yang dilakukan dalam TMMD kali ini. Jembatan yang penghubung Desa Bongan dengan Desa Gubug tersebut memiliki panjang 17 meter, lebar 5,5 meter dan tinggi dari permukaan air sungai sekitar 5 meter.

Selain itu, TMMD juga membuat senderan jalan dan sungai berupa betonisasi sepanjang 65 meter dengan lebar 3 meter, yang pengerjaannya kini telah mencapai sekitar 85 persen, ucapnya.

Menurut Letkol Toni, kegiatan TMMD ini selain melibatkan unsur TNI, juga Polri, Pramuka, warga binaan Lapas dan masyarakat. Setiap hari, sekitar 30 warga secara suka rela datang untuk bergotong royong membantu pembangunan jalan, jembatan dan dua bantuan bedah rumah.

Dandim menambahkan, tujuan dari pembangunan jembatan ini ialah untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi masyakarat Desa Bongan dan Desa Gubug, serta tentu juga untuk mempercepat jalur transportasi, di mana selama ini masyarakat di dua desa tersebut kalau ingin berhubungan harus melalui jalur kota yang membutuhkan waktu tempuh selama 30 menit.

Dandim menjelaskan, pembangunan jembatan merupakan sebuah keinginan dari masyarakat Bongan dan Gubug yang mengajukn usulan sejak tahun 2009. Namun demikian, keinginan mereka itu baru bisa terwujud di tahun 2019 ini.

“Dulu, masyarakat, utamanya anak-anak sekolah, harus memutar jalan jika mereka akan ke Desa Bongan ataupun sebaliknya ke Desa Gubug. Kalau tidak mau memutar, ya..terpaksa harus memotong aliran sungai. Itupun kalau tidak banjir,” katanya, menjelaskan.

Ia menyebutkan, dengan dibangunnya jembatan ini, maka mereka tidak akan lagi harus memutar lauh lewat jalur ke kota yang memakan waktu hingga 30 menit.

Sementara itu, Pangdam IX/Udayana Mayjen TNI Benny Susianto SIP saat dikonfirmasi ketika tengah berada di lokasi pembangunan jembatan menjelaskan, kunjungan ini sebagai bagian dari fungsi pengawasan dan evaluasi terhadap pelaksanaan TMMD ke-106 di Desa Gubug Dan Desa Bongan.

“Saya ingin melihat sejauh mana pelaksanaan TMMD berjalan dengan baik atau tidak,” ujar Pangdam.

Kepada Dansatgas TMMD atau Dandim Tabanan, Pangdam menekankan, metoda yang harus diterapkan dalam mengerjakan pembangunan sasaran fisik yang sedang berjalan, ialah dengan gotong royong.

“Harus dengan metode gotong-royong yang didalamnya diwujudkan dengan partisipasi masyarkat. Partisipasi masyarakat menjadi salah satu indikator keberhasilan pelaksanaan TMMD,” kata jenderal TNI berbintang dua itu, menegaskan.(Ans)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *