Headline

Kapolda Bali Ziarah Ke Taman Makam A.A Pandji Tisna Raja Buleleng ke-11

3277
×

Kapolda Bali Ziarah Ke Taman Makam A.A Pandji Tisna Raja Buleleng ke-11

Sebarkan artikel ini

Singaraja.Bali, faktapers.id – Kapolda Bali  Irjen. Pol. Dr. Drs. Petrus Reinhard Golose, M.M., kunjungi Bali Utara yang didampingi para petinggi Polda Bali dan pejabat utama Polres Buleleng. Dimana Bali Utara banyak memiliki obyek wisata maupun situs peningggalan Raja Buleleng.

Seperti kunjungan Kapolda Bali  Sabtu (21/12/) pukul 11.00 wita ke Tamam Makam  Raja Buleleng  ke -11  di desa Kaliasem, Kecamatan Banjar. Raja Buleleng ke-11 yang lahir di Bumi Den Bukit  tak lain ia adalah Anak Agung Nyoman Pandji Tisna (lahir di Buleleng, 11 Februari 1908 – meninggal 2 Juni 1978 pada umur 70 tahun), yang sebelumnya dikenal dengan nama Anglurah Pandji Tisna.

Nama Anak Agung Pandji Tisna dipergunakan sejak tahun 1938, diubah dari nama I Gusti Njoman Pandji Tisna, Pada saat Pandji Tisna lahir, Buleleng berada di bawah pemerintahan Belanda sejak 1872. Meskipun ayahnya hanya diangkat sebagai administratur oleh Pemerintah Belanda, namun Anak Agung Putu Djelantik adalah pewaris tahta kerajaan.

Pandji Tisna lahir dalam budaya dan kepercayaan Hindu-Bali, serta tumbuh di istana kerajaan Singaraja, di mana ia mengalami dan menyaksikan sendiri kekayaan artistik istana yang dahulu kala di sebut daerah Sunda Kecil.

Pada 1942, Jepang menyerang dan mengambil alih hampir semua bekas jajahan Belanda di Hindia, termasuk Bali. Pada saat itu, Pandji Tisna hidup tenang di pedesaan Singaraja hingga tahun 1944, ketika dia ditangkap oleh militer Jepang karena dicurigai melakukan kegiatan anti-Jepang.

Tak lama menghirup udara dalam penjara Pandji Tisna dibebaskan, namun Jepang telah menghancurkan perpustakaannya yang memiliki banyak koleksi buku berbahasa asing

Ditahun 1945, menjelang takluknya Jepang ayah Pandji Tisna (Anak Agung Putu Djelantik) meninggal dunia . Sebagai putra sulung, ia mewarisi takhtah ayahnya yang merupakan pemimpin Buleleng pada 1944 kala itu.

Dalam buku karangannya sendiri yang berjudul I Made Widiadi, pada halaman terakhir disebutkan bahwa ia sejak semula tidak mau diangkat raja. Karena tentara pendudukan Jepang memerlukan, maka dengan dipaksa ia diangkat sebaga “syucho”.

Menjelang akhir tahun 1945, setelah Jepang menyerah, Pandji Tisna menjadi Ketua Dewan Raja-raja se-Bali (Paruman Agung), yang beranggotakan delapan pemimpin wilayah Bali, dan menjadi pemimpin Bali pada saat itu yang setara dengan jabatan gubernur.

Pada awal tahun 1946, di usia 38, Anak Agung Pandji Tisna berpindah agama, dari beragama Hindu menjadi Kristen, sebuah tindakan yang berbeda di tengah masyarakat Bali yang umumnya beragama Hindu dan memandang agama sebagai bagian tak terpisahkan dari budaya dan etnisitas.

Karena itu, ia sendiri menulis, bahwa karena ia beragama Kristen sementara masyarakatnya beragama Hindu, ia tidak cocok menjadi raja Buleleng. Tahun 1947 ia secara sadar turun dari takhta kerajaan.

Kedudukan sebagai raja ke 11 dilanjutkan oleh adiknya Anak Agung Ngurah Ketut Djelantik atau I Gusti Ketut Djelantik yang dikenal dengan nama Meester Djelantik sampai pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda pada tahun 1949 dan Anak Agung Ketut Djelantik menjadi raja Buleleng terakhir

Anak Agung Pandji Tisna meninggal dunia 2 Juni 1978 dan dikuburkan sesuai agama yang daianutnya di tanah pekuburan pribadinya di atas sebuah bukit di desa Seraya – Kaliasem di sebelah sebuah gereja yang telah lebih dahulu dibangun olehnya.

Anak Agung Pandji Tisna dilahirkan dari AA Putu Djelantik dengan istrinya Jero Mekele Rengga. Ia sendiri pernah mempunyai empat orang istri, yaitu Anak Agung Istri Manik, Ni Ketut Mayas (Jero Mekele Seroja), Luh Sayang (Mekele Sadpada), dan Jro Mekele Resmi dengan13 anak.

Pandji Tisna juga terkenal karena ia merupakan tokoh perintis pariwisata Bali, khususnya di daerah pantai utara. Pada tahun 1953 Pandji Tisna memilih lokasi Desa Tukad Cebol (kini Desa Kaliasem) sebagai tempat peristirahatannya. Di situ ia menulis dan menerima tamu-tamunya dari dalam maupun luar negeri. Tempat peristirahannya itu dinamainya “Lovina”, yaitu singkatan dari kata “Love Indonesia”.

Setelah itu, Pandji Tisna mendirikan tempat-tempat penginapan di pantai barat Buleleng tersebut, dan seluruh daerah itu kemudian dikenal sebagai pantai Lovina. Karena itu Pandji Tisna juga diakui sebagai “Bapak Pariwisata Bali”.

Pada tahun 2003, Pemerintah Daerah Bali menganugerahi kepadanya secara anumerta penghargaan “Karya Karana” sebagai pengakuan atas jasa-jasanya dalam pengembangan pariwisata Bali.

Kapolda Bali Irjen. Pol. Dr. Drs. Petrus Reinhard Golose, M.M., saat bersama Kapolres Buleleng AKBP Made Sinar Subawa yang Ziarah kemakam A.A Nyoman Pandji juga didampingin keturunan Pandji Tisna  yang tak lain Kabag Ops Polres Buleleng A.A Wiranata Kusuma serta para sesepuh  memaparkan, bahwa bangunan atap dari kuburan tersebut akan segera direnovasi oleh arsitek handal yang telah didatangkan saat kunjungan tersebut.

Kegiatan yang dilanjutkan doa bersama di Gereja Ukir Kawi Pandji Tisna yang berada disebelah makam tersebut, serta mengucapkan selamat Natal dan Tahun Baru 2020.(des)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *