Headline

Kinerja BPN Denpasar Dipertanyakan, Atas Sertifikat Ganda Kasus Bank BPD Bali

712
×

Kinerja BPN Denpasar Dipertanyakan, Atas Sertifikat Ganda Kasus Bank BPD Bali

Sebarkan artikel ini

Denpasar – Bali. Faktapers.id – Menarik, mungkin itu kalimat yang tepat dalam penyampaian yang disampaikan oleh pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) Denpasar, melalui Kasubagnya terkait sertifikat ganda dan mengakibatkan sengketa Bank Pembangunan Daerah (BPD) Bali, dengan keluarga almarhum I Nyoman Wijaya. Saat menemui awak media, Rabo, (30/9/2020). terkait kepemilikan sertifikat dipegang bank BPD Bali di lahan yang beralamat di Jalan Gadung seluas 3,85 are, karena muncul nama baru.

Sebelumnya, rumor berkembang bahwa sertifikat atas nama Ida Bagus Astika Manuaba (almarhum) yang dipegang oleh Bank BPD Bali, disebut-sebut terbitnya berdasarkan permohonan tanah negara. Namun apa yang disampaikan oleh pihak BPN Kota Denpasar berbeda, seperti yang disampaikan BPN Kota Denpasar melalui Kasubagnya, bahwa sertifikat ini atas dasar jual beli alias pengalihan hak di tahun 1980 dan sebelumnya sertifikat ini dimohonkan oleh seseorang.

“Proses penerbitan sertifikat ini tahun 1966 lalu, awalnya atas nama I Gede Nyoman Alit (almarhum). Tanah ini dijual kepada Ida Bagus Astika Manuaba di tahun 1980,” terang Ketut Semara Putra selaku Kasubag Tata Usaha BPN Denpasar, Rabu (30/9)

Namum demikian, Ketut Semara Putra tidak dapat menjelaskan siapa dan dari mana asal usul I Gede Nyoman Alit. Dan aneahnya ia juga tidak mau menjelaskan apa dasar pengalihan hak atas tanah tersebut dari Astika Manuaba kepada BPD Bali sejak tahun 1980.

Selaku perwakilan BPN Kota Denpasar, berfungsi sebagai penyusunan dan penetapan kebijakan di bidang pertanahan malah pihak BPN Kota Denpasar merujuk pada penjelasan isi Putusan MA No. 2234 K/DPT/2017, yang mengabulkan permohonan gugatan BPD Bali sebagai pemilik dari objek tanah.

“Yang saya garis bawahi adalah menurut keputusan Mahkamah Agung ini sertifikat 204 terbit tahun 1991 peralihan hak atas nama I Nyoman Wijaya dasar permohonan konversi dicabut. Sekarang menjadi SHGB No 12 tahun 1996 milik Bank BPD,” tambahnya.

Disinggung terkait diduga ada kekeliruan pihak BPN Kota Denpasar dalam kemunculan dua sertifikat, I Ketut Semara Putra berdalih bahwa sudah ada penguji yaitu pengadilan. Namun anehnya sisi lain diakui dalam permohonan sertifikat 204 tahun 1991 warkahnya lengkap.

“Kita tidak tahu kemarin dalam pengajuan sertifikat No 204 berkasnya semua lengkap, warkahnya juga lengkap sehingga kita proses. Lengkap semua termasuk ada tanda tangan kepala desa. Ada pengumuman juga. Nah sekarang tiba-tiba bank BPD mengklaim dan melakukan gugatan silahkan di pengadilan,” paparnya sambil mengatakan kalau dirinya tidak.bisa berlama – lama.

Kesan tegang pihak BPN Kota Denpasar dalam menghadapi beberapa awak media yang sudah menunggu lebih awal dalam mencari data maupun kebenaran prihal sertifikat yang menjadi biang munculnya perseteruan antara keluarga almarhum I Nyoman Wijaya dengan pihak Bank BPD Bali, tidak berlangsung lama. Karena pihak BPN menemui awak media tak lebih dari 10 menit.

Dikonfirmasi terpisah, I Kadek Mariata selaku perwakilan keluarga ahli waris pun mempertanyakan siapa I Gede Nyoman Alit tersebut, jika benar telah ada sertifikat atas nama itu sejak 1966, mengapa tidak pernah ada pihak atas nama itu yang menempati atau mengurus tanah tersebut.

“Terus I Gede Nyoman Alit itu siapa. Orang dari mana, pernah gak dia mengurus tanah itu. Kalau dia mengaku punya tanah itu, pernah gak dia menempatinya atau mengurusnya,” tanyanya.

Selain itu, menurutnya alasan yang disampaikan atas dasar mengklaim tanah itu dinilai plin-plan. Sejak awal katanya, alasan yang disampaikan berubah-ubah. “Awalnya dibilang sertifikat Astika Manuaba dari permohonan tanah negara, kemudian berubah dikatakan dari konversi. Terus sekarang dikatakan dari jual beli, kok plin-plan,” ketusnya.

Ditambahkan juga oleh I Kadek Mariata “Misal, orang Denpasar bisa saja mengaku punya warisan di Singaraja dan bilang dari Banjar A di Singaraja, bikin KTP alamat di sana, tapi ketika ditanya dari keluarga mana di banjar itu, dia tidak akan bisa bohong. Saya turun temurun tinggal di sana (tanah yang disengketakan), tidak pernah dengar ada nama Gede Nyoman Alit tinggal di sana. Sekarang, tunjukkan warkah Gede Nyoman Alit, akan kami kejar dari mana keluarganya !,” tegasnya.

Perlu diketahui dalam berita sebelumnya I Kadek Mariata mengatakan bawasan pihak keluarga atau I Nyoman Wijaya kakaknya tidak pernah menjual atau menjaminkan sertifikat namun tiba-tiba pihak bank BPD Bali melayangkan gugatan dengan dalih ada sertifikat ganda. Anehnya pihak bank BPD Bali diungkap tidak pernah menempati lahan ini dari jaman dahulu.

“Menurut kabar katanya bank BPD Bali memegang sertifikat disebut-sebut dari debitur. Jika ada kekeliruan dalam priser bank dan merasa ditipu harusnya debitur dong digugat kenapa harus kami. Belakangan sertifikat itu disebut sebut atas nama mantan Direktur bank BPD Bali, Ida Bagus Astika Manuaba (almarhum),”

“Bagaimana kronologisnya bisa terbit sertifikat atas nama itu ? Dan apa dasar menjadi sertifikat hak guna bangunan (SHGB) beralih ke bank BPD Bali tahun 1996, kan harus faktual. Sementara kami bertahun-tahun dari kakek dan buyut kami tinggal di sana memiliki warkah serta sertifikat dikeluarkan tahun 1991,” ungkap Kadek Mariata

Disinggung juga bahwa saat digugat di tahun 2015 keluarganya sudah melaporkan kasus ini ke ranah polisi. Namun sampai saat ini dituturkan belum ada kejelasan. “Pelaporan ini sedang kami kejar ! Dan juga kenapa baru sekarang bank BPD Bali pasang plang sementara putusan MA tahun 2017,” katanya. (*/a.er).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *