Jakarta, faktapers.id – Penghuni Menara Latumenten sederhana milik atau Rusunami Latumenten yang dikenal Menara Latumenten beralamat di Jalan Raya Latumenten RW.13 Kel. Jelambar Baru Kec. Grogol Petamburan Jakarta Barat melakukan unjuk rasa di lobby Menara Latumenten, Jumat (30/4/2021).
Mereka yang berunjuk rasa atas keberatan dengan diadakannya face gate yang berfungsi menditeksi wajah bagi penghuni rusunami Latumenten karena dianggap membahayakan dan merugikan penghuni.
Mereka beranggapan bahwa wajah mereka yang direkam pihak pengelola berpotensi disalahgunakan.
“Privasi kita sendiri untuk scan face id otimatis secara nalarnya kita keluar masuk kita scan wajah, kalo di unit saya ada lima orang lalu kita keluar semua, management tau dong rumah kita lagi kosong. Privasi saya dimana, seandainya ada apa-apa management bisa tanggung jawab gak dengan keamanan saya punya unit,” kata Hadi (45), salah satu penghuni.
Penghuni juga beranggapan bahwa pengelola menerapkan sistem face gate tanpa meminta persetujuan terlebih dahulu kepada penghuni Rusunami Latumenten, baik sosialisasi maupun tidak memberi selebaran pengumuman layak umumnya.
“Saya pribadi, pengelola dan P3SRS dalam artiannya gak ada sosialisasi sama kita, jadi seakan-akan itu pengelola sebagai pemilik aslinya dan kita disini sewa sama dia dan mereka gak butuh suara kita atau sosialisasi sama kita,” tambah Hadi.
Pengunjuk rasa yang berjumlah puluhan ini berorasi meminta P3SRS (perhimpuan pemilik, Penghuni Satuan Rumah Susun) dan pengelola dapat melibatkan perwakilan penghuni Rusunami Latumenten Jakarta Barat untuk mensosialisasikan terlebih dahulu dan menjelaskan fungsi face gate kepada penghuni sebelum diterapkan dan dipasang.
“Ini sebagai pihak P3SRS ini gak ada konfirmasinya dan tidak ada pemberitahuan,” cetus Rene Sinclair (46).
Penghuni beranggapan alat tersebut tidak cocok karena tempat mereka tinggal adalah rusunami bukan apartemen mewah. Apalagi dalam kondisi pandemi covid 19 Yang belum usai.
“Pengelola mengeluarkan anggaran besar tanpa koordinasi terlebih dahulu karena masih banyak yang lebih penting dan darurat dari pada alat tersebut karena kartu akses masih layak,” ujar Martinus (36).
Menurut mereka, face gate yang berbayar sebesar Rp 75 ribu bagi penghuni rusunami Latumenten dianggap membebani.
Terkait hal itu, Tintje Samosir selaku kepala pengelola Rumah Susun Sederhana Milik (Rusunami) Menara Latumenten mengatakan bahwa akses itu dulu memang memakai dan sebenarnya masih sama. Dulu kartu, sekarang face kenapa P3SRS membuat itu ada face karena apa, dari segi keamanan dan kenyamanan penghuni itu sendiri.
“Jadi banyak penghuni-penghuni sini tujuh puluh persen kira-kira itu penyewa. Jadi banyak orang-orang barupun tidak terdata sama kita karena apa di pengelola itu tidak jual beli atau sewa-menyewa. Aturannya seperti itu dan itu langsung di tekel sama brokernya sendiri,” katanya.
Masih dikatakannya, di peraturan pemerintah 1×24 jam tamu harus lapor, dengan adanya gate ini memfungsikan lebih memaksimal adanya data-data penghuni yang ada di menara latumenten lebih akurat dan kita punya petugas reception, petugas reception itu berlaku hanya untuk para tamu yang datang itupun terdata para tamu yang datang dan dimana mana gedung tuh sudah pakai akses seperti itu.
Mengenai tarif yang menjadi beban para penghuni, dirinya pun tidak mengerti dengan adanya komplain dari sebagian penghuni.
“Dari dulu akses itu beli kartu ketentuannya membayar 75 ribu dari dulu, dari tahun 2015. Yang saya tanya dibawah ini masalah id card face mengenai masalah data keluar apa masalah 75 ribu, mereka gak ada yang jawab. Yang jelas aja, kalo mereka bilang gak mampu, datang sama saya bilang. Jangan bilang 75 ribu gak mampu gak taunya banyak mobil ada , kendaraan ada. Saya juga lihat dulu unitnya, mampu gak nih orang. Ini saya katakan 75 ribu ini selama dia tinggal disini,” tambahnya.
“Dan ada ketentuannya juga setiap penghuni yang masuk ke menara latumenten harus mempunyai akses, memiliki akses,” sambungnya.
Menurutnya, sampai saat ini dirinya mengaku sudah menerima data kurang lebih 1.100 yang daftar.
Masalah sosialisasi dirinya menjelaskan, bahwa itu sudah ada melalui pengumuman yang sudah ada di tempel di lift, pengumuman itu di taruh ketika membuka untuk program sitem ini dan menurutnya itu sama saja.
Terkait keamanan data, pihaknya sudah menantang kepada para penghuni untuk melakukan pengecekan seperti apa cara managemen mendata.
“Kita cuma foto dan tidak minta untuk barcod id card, untuk KTP atau segala macem itupun kita tanya namanya, nama tidak sesuai KTP tapi untuk unitnya saja, unit berapa, misalnya unit 10AN diketik sama komputer, kita punya administrasi nih. Ketik udah foto masuk aksesnya hanya di komputer kami. Dan yang pegang servernya kita, ada disini,” terangnya
“Bicara segala sesuat data data kita bocor, gopay ada, gojek ada, pinjaman online ada, KTP di kelurahan, RT segala macem minta, kita gak minta ktp, kalo bicara masalah gitu,” lanjut dia.
Dengan adanya aksi penolakan itu dirinya menyampaikan bahwa segala keputusan itu di ambil oleh P3SRS (Perhimpuan Pemilik, Penghuni Satuan Rumah Susun) , dan pihaknya hanya pelaksana di lapangan.
“Jadi kalo misalnya mau bertemu, P3SRS ini kan kesibukannya macam-macam nih. Mereka harus mempunyai mufakat dulu untuk menentukan waktu,” ucapnya.
“Jadi kemarin kami ini pergi ke bandung, untuk urusan internal yang lebih penting, untuk warga banyak, bukan kami tidak mau menerima mereka untuk bicara, bicara kan harus ada wadahnya. Harus jelas gitu loh, kalo tiba-tiba dateng ngumpulin orang banyak ngasih surat besok harus ketemu. Karena disini pengurus ada 12 orang, harus punya kesepakatan untuk kapan bisa ketemunya,” sambungnya.
Lebih lanjut dirinya menyampaikan, Kalau untuk bertemu saya dari kemarin udah dikondisikan, jadi saya juga gak melarang. Untuk tes face id adanya penolakan dari warga itu ketentuannya nanti, saya gak bisa jawab. Tunggu ketemu dulu antara P3SRS dengan mereka, baru hari ini loh mereka dateng sama saya, kemarin saya ke bandung.
Mengenai pertemuan dirinya meminta adanya perwakilan dari mereka maksimal lima orang karena masalah pandemi, jadi tidak boleh ada kerumunan.
Dari aksi penolakan itu, sepanduk yang bertuliskan penolakan tak lama dicopot oleh satuan pengamanan atau satpam Rusunami Latumenten. ibeng