Jakarta, faktapers.id – Wali Kota Jakarta Pusat, Arifin, dijadwalkan untuk memenuhi panggilan Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta pada Kamis, 6 Februari 2025. Pemanggilan tersebut menambah spekulasi terkait dugaan keterlibatan Arifin dalam sebuah kasus korupsi besar yang melibatkan anggaran milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Hingga saat ini, alasan pasti pemanggilan Arifin belum dijelaskan oleh pihak Kejati DKI, meskipun sejumlah informasi menyebutkan bahwa ia akan dimintai keterangan mengenai kasus dugaan korupsi senilai Rp150 miliar di Dinas Kebudayaan (Disbud) DKI Jakarta.
Sebelum menjabat sebagai Wali Kota Jakarta Pusat, Arifin dikenal sebagai mantan Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Kasatpol PP) DKI Jakarta. Kejati DKI Jakarta saat ini tengah fokus menangani penyidikan terhadap kasus dugaan korupsi yang melibatkan pejabat di lingkup Pemprov DKI. Tiga tersangka utama telah ditetapkan, yang diduga terkait dengan praktik penyimpangan anggaran di Dinas Kebudayaan DKI Jakarta.
Kepala Kejati DKI Jakarta, Patris Yusrian, mengungkapkan bahwa penyidikan ini terkait dengan penyimpangan dalam penggunaan dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk kegiatan di Dinas Kebudayaan. Adapun tiga tersangka yang telah ditetapkan, yaitu IHW selaku Kepala Dinas Kebudayaan DKI, MFM yang merupakan Pelaksana Tugas (Plt.) Kepala Bidang Pemanfaatan, dan GAR yang diduga berperan dalam pengelolaan dana dengan cara yang tidak sesuai prosedur.
Dalam dugaan praktik korupsi ini, ketiga tersangka bersepakat untuk menggunakan perusahaan Event Organizer (EO) milik GAR dalam kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan oleh Dinas Kebudayaan DKI. Lebih lanjut, ditemukan pula penyalahgunaan anggaran melalui pencairan dana yang disalurkan kepada sanggar-sanggar fiktif, yang kemudian dikendalikan oleh GAR. Dana yang seharusnya digunakan untuk kegiatan seni dan budaya ini diduga diputarbalikkan untuk kepentingan pribadi para tersangka.
Patris Yusrian juga menegaskan bahwa tindakan yang dilakukan oleh IHW, MFM, dan GAR bertentangan dengan sejumlah peraturan perundang-undangan, termasuk UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, serta Peraturan Presiden No. 12 Tahun 2021 mengenai Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Para tersangka pun dijerat dengan berbagai pasal terkait tindak pidana korupsi, termasuk Pasal 2 ayat (1), Pasal 3, dan Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Seiring berjalannya penyidikan, publik pun menantikan keterangan lebih lanjut mengenai peran Arifin dalam kasus ini dan apakah ia akan menjadi bagian dari pemeriksaan lebih lanjut. Kejati DKI Jakarta berkomitmen untuk mengungkap seluruh pihak yang terlibat dalam dugaan praktik korupsi di tubuh pemerintahan provinsi ini, terutama yang berkaitan dengan pengelolaan dana APBD.
Pemanggilan Arifin oleh Kejati DKI Jakarta akan menjadi perhatian besar, mengingat jabatannya yang kini sebagai Wali Kota Jakarta Pusat dan masa lalunya yang melibatkan kepemimpinan di institusi penting lainnya di DKI Jakarta. Tindak lanjut dari pemanggilan ini akan memberikan gambaran lebih jelas mengenai arah penyidikan kasus ini.
[]