Klaten, faktapers.id – Sikap saling peduli dan tolong-menolong menjadi salah satu ciri khas dalam budaya bangsa Indonesia. Lantaran modal budaya yang seperti inilah bangsa ini bisa menghadapi situasi perubahan global dalam berbagai sisi. Dalam agama apapun selalu diajarkan sikap saling bantu-binantu, bahu-membahu kepada orang lain sehingga hidup terasa indah.
Kalimat tersebut diungkapkan oleh Anggota Komisi A Fraksi PDIP DPRD Provinsi Jawa Tengah Stephanus Sukirno dalam gelar Pemantapan Ketahanan Ekonomi, Sosial dan Budaya dalam upaya memperkuat Integritas Daerah, yang diselenggarakan Kesbangpol Provinsi Jawa Tengah, bertempat di Aula Balai Desa Jonggrangan, Klaten Utara, Klaten, Selasa (19/10/2021).
“Sikap atau budaya saling tolong-menolong dengan orang lain ini secara keseluruhan tanpa memandang suku bangsa maupun agama itu menjadi modal utama bangsa Indonesia. Ia mencontohkan pada waktu bangsa mau merdeka, modalnya adalah saling bahu-membahu sehingga bersatu untuk meraih kemenangan,” ujar dia.
Ia mencotohkan, Indonesia dijajah Belanda selama 3,5 abad hanya dengan bersatu bisa terlepas dari belenggu penjajah. Oleh karena itu, budaya saling tolong menolong terbukti sangat ampuh, maka budaya ini tidak boleh luntut didalam kehidupan sehari-hari bahkan agama apapun selalu menekankan hidup saling membantu.
Tak ayal, perintah tolong-menolong dalam agama ini kerap direpresentasikan dalam aksi kepedulian. Tak sedikit misalnya, di Indonesia, hadirnya lembaga-lembaga filantropi juga diusung oleh semangat kepedulian dan sikap tolong-menolong yang tinggi.
Budaya gotong-royong dan turut serta mengulurkan bantuan dalam agama diterapkan di banyak lini. Tak terkecuali dalam unsur aspek ekonomi. Di mana kepedulian dalam perkara perekonomian juga ditonjolkan dengan berhati-hati dalam mengambil langkah ekonomi agar tak merugikan atau menzhalimi ekosistem dan masyarakatnya.
Mantan Rektor Universitas Tujuh Belas Agustus (Untag) Semarang ini juga menuturkan, tindakan membantu sahabat atau orang sekitar sama saja sebagai tindakan menebar vibrasi kebaikan. Energi ketulusan dalam bantuan itu akan menebar kepada orang-orang yang dibantu.
Dia menjelaskan, sudah sepatutnya manusia bersyukur karena agama dapat memberikan kesempatan kepadanya untuk memberikan bantuan kepada orang lain. Bukan justru meminta kepada orang lain untuk bersyukur dan berterima kasih kepada kita.
Lebih lanjut dia menjelaskan, memberikan sesuatu kepada orang lain bukan berarti kita menjadi rugi. Jika manusia mengukurnya dengan materi dan hitungan matematis, kata dia, mungkin saja manusia akan memberi pada orang lain lalu berkata apa yang dimiliki akan berkurang.
“Padahal sejatinya sikap memberi itu tak sama sekali merugi. Asalkan nilai pemberian itu dilandasi dengan ketulusan, keikhlasan, dan juga keimanan. Membantu dalam kebaikan seberapapun besar dan kecil nilainya akan terasa ringan apabila dilakukan dengan tulus dan ikhlas,” pungkasnya. Madi