Singaraja, Faktapers.id –Modus operandi membangkrutkan perusahaan diduga menjadi penyebab usaha kuliner yang digeluti I Ketut Tangkas (53),warga Banjar Dinas/Desa Kalibukbuk,Kecamatan Buleleng collaps hingga harus kerja buruh ke Denpasar
Kerugian ratusan juta berbuntut pecah kongsi dengan dua koleganya pengusaha asing dengan. Ironisnya,30 persen saham yang ia miliki terancam lenyap setelah laporan keuangan perusahaan diduga direkayasa. Karena tidak terima,Ketut Tangkas kemudian melaporkan kasus tersebut ke Polres Buleleng atas dugaan tindak kejahatan korporasi.
Dalam laporannya,Ketut Tangkas melaporkan telah terjadi dugaan kejahatan korporasi melibatkan dua koleganya berwarga Negara asing (WNA) yakni Geert Jan I De Meyer (52) asal Belgia dan Jeroen Antonius Maria Franken (55) asal Belanda.Keduanya dituding melakukan rekayasa keuangan yang menyebabkan ia terlempar dari pemegang saham di perusahaan berbendera PT. Culinary Cooking Experiences ( PMA ).Diperushaan itu,Tangkas sebagai direktur dan Geert Jan I De Meyer sebagai direktut utama,sedangkan Jeroen sebagai Komisaris.
Tangkas mengaku sebelum bergabung dengan PT. Culinary Cooking Experiences ( PMA ) ia adalah pemilik Restaurant Le Jaenzan yang berlokasi di jalan Raya Kalibukbuk Lovina.Saat dilakukan kongsi,dua WNA tersebut merupakan pemegang saham mayoritas dan Tangkas memegang saham minoritas sebesar 30 persen dengan total Rp 750 juta dari modal dasar perusahaan sebesar Rp 10 miliar.Bisnis yang dijalankan berupa restauran yang dikenal dengan sebutan Restaurant 10Th Table.
Kata Tangkas pada tanggal 30 April 2021 ada agenda RUPS yang bertempat Restaurant 10 Th Table dimana saat RUPS telah dilaporkan oleh Komisaris melalui pengacaranya. Pada 31 Desember 2019 perusahaan dianggap merugi dengan nilai kerugian sebesar Rp 839 juta lebih dalam tempo 7 bulan.Lanjut 31 Desember 2020 kerugian bertambah menjadi Rp 841 juta lebih dan kemudian Tangkas dipecat sebagai Direktur.
Anehnya,Tangkas mengaku diberikan alternative jika ingin mempertahankan saham sebesar 30 persen dengan menyetor tunai sebesar Rp 500 juta.”Sejak pertengahan tahun 2020 saya sudah melihat etikat tidak baik dari 2 orang WNA ini yang sekaligus sebagai pemegang saham mayoritas dengan memanfaatkan dan menggunakan fasilitas Restaurant 10Th Table seperti milik mereka berdua.Saat itu walapun saya menjabat sebagai Direktur saya tetap bekerja sebagai Kepala Dapur / Chef di restaurant 10 Th Table,”jelas Tangkas.
Atas laporan perusahaan itu,Tangkas menolak karena dianggap penuh rekayasa terutama laporan keuangan yang tidak ditandatangi oleh organ perusahaan yang bertanggunjawab.Keanehan lain menurut Tangkas,konsultan pajak yang ditunjuk saat RUPS tidak dapat menunjukkan legal standing,tidak menyerahkan dokumen yang diminta oleh kuasa hukum hingga saat ini.
”Para terlapor telah memakai dan meyerahkan Rekening Koran PT. Culinary Cooking Experiences Bank Mandiri yang menurut saya patut diduga telah dibuat dan direkayasa oleh oleh terlapor karena terdapat kesalahan pencatatan Saldo pada kop Rekening Koran dengan catatan Saldo pada akhir rekening Koran,”jelasnya.
Dikonfirmasi,atas laporan Ketut Tangkas terhadap dua koleganya warga Negara asing yang diduga melakukan kejahatan korporasi, Humas Polres Buleleng Iptu Gede Sumarjaya membenarkan.Bahkan atas laporan itu,menurut Iptu Sumarjaya,kepada pelapor telah diberikan surat pemberitahuan perkembangan hasil penyelidikan (SPPHP).“SPPHP nya sudah disampaikan kepada pihak pengadu/pelapor,”tandasnya.
Sementara Kuasa Hukum Tangkas,Wirasanjaya alias Congsan dari Kantor Hukum Global Trust membenarkan kliennya telah melaporkan dugaan kejahatan korporasi.Dua rekanan Tangkas merupakan WNA telah dilaporkan ke Polres Buleleng,yakni Geert Jan I De Meyer asal Belgia dan Jeroen Antonius Maria Franken asal Belanda.
“Kami laporakan karena patut diduga telah terjadi tindak pidana korporasi, penggelapan dalam jabatan.Diantaranya mengunakan rekening koran yang patut diduga telah direkayasa.Adanya penarikan uang perusahaan yang berasal dari setoran modal perusahaan dari terlapor tanpa hak yang masuk rekening pribadi pelapor,”jelas Congsan Selasa (01/12).
Selain itu,Congsan menyebut,patut diduga terlapor telah menggunakan rekening Koran Bank Mandiri Mobile yang isinya seolah-olah asli yang dilampirkan dalam RUPS tanggal 30 April 2021.”Kami meragukan kebenaran rekening koran itu atas adanya saldo yang tertera pada kop rekening koran berbeda dengan saldo akhir,”terangnya.
Congsan juga menyebut telah menerima SPPHP dari penyidik.Anehnya,pelapor diminta untuk melengkapi dokumen pendukung atas laporannya.Padahal dokumen yang diminta sudah tercantum pada akta pendirian perusahaan No 1/21 Mei 2019 dan perubahan terhadap asset melalui RUPS dengan Akta no.3/24 Juni 2019.
“Jika mau serius menangani kasus ini semua bukti dokumen sudah tercantum pada kedua akta perusahaan tersebut dan semua sudah diserahkan ke meja penyidik.Karena itu kami berharap klien kami segera mendapat keadilan atas adanya dugaan mafia investasi ini,”tandas Congsan.
Disisi lain, Gusti Putu Adi Kusuma Jaya pun turut mempertanyakan sikap serta arah proses penyelidikan yang menurutnya sudah jauh membias dari apa yang telah dilaporkan oleh kliennya. Menurutnya, ada hal yang jika mendasar pada ketentuan pasal 184 KUHAP bahkan lebih substansi pada bukti surat yang jika mengacu pasal 187 huruf b KUHAP seharusnya sudah tidak perlu lagi diperdebatkan.
“Dalam beberapa SPPHP, klien kami diminta menyerahkan rincian saham dan pembukuan rincian untung rugi. Sedangkan subtansi masalahnya adalah sejumlah dokumen yang dibuat dan dipergunakan dalam RUPS yang menjadi titik dugaan terjadi tindak pidana. Ini arah penyelidikannya mau kemana dan untuk kepentingan siapa sebetulnya,” ujar Gus Adi mempertanyakan kinerja penyidik dalam kasus yang dilaporkan kliennya.
Pengacara yang dikenal berani melawan arus ini pun sempat menyatakan dalam waktu dekat pihaknya akan bersurat secara resmi meminta klarifikasi langsung dari petinggi Polri di Bali terkait kejanggalan ini. Yang tentunya, lanjut Gus Adi, lembaga-lembaga fungsi kontrol terkait penegakan hukum di Indonesia serta Mabes Polri juga wajib mengetahui permasalahan yang sering menjadi momok dalam pelayanan.
“Polri milik kita bersama dan jangan biarkan hastag #PercumaLaporPolisi berkembang menjadi sebuah fakta yang benar keberadannya. Kami punya kewajiban secara moral dan etika untuk turut membantu Kapolri mengawal program Polri Presisi. Sebab jika kejanggalan-kejanggalan ini terus dibiarkan, maka akan menjadi preseden buruk dalam penegakan hukum di Indonesia,” pungkasnya. ds