Faktapers.id ~ Sejumlah wali murid di Yogyakarta menyatakan keberatan dengan kegiatan wisuda yang diwajibkan sekolah tempat anak-anak mereka mengenyam pendidikan.
Keluhan soal acara wisuda siswa, dari jenjang SMA bahkan hingga TK ini belakangan juga ramai dibicarakan media sosial.
Salah seorang orangtua murid yang merasa terbebani adalah Erfan. Warga Gunungkidul itu mengatakan, hajatan wisuda di sekolah putrinya bersifat wajib.
Biaya untuk kegiatan itu bahkan sudah dibebankan saat jelang masuk tahun ajaran baru. Termasuk untuk kebutuhan siswa lainnya, seperti buku alumni hingga study tour total seluruhnya kisaran Rp1,6 juta.
Erfan sempat melayangkan protes kepada pihak sekolah. Pasalnya, rencana semula wisuda akan digelar di hotel berbintang 4. Belum lagi kegiatan lain seperti study tour yang menurutnya tidak perlu diagendakan sampai dua kali dalam setahun.
“Sekolah swasta memang, di Gunungkidul favorit. Tapi bagi saya itu (wisuda) tidak esensial. Apalagi digelar di hotel berbintang, jadi saya dan beberapa wali murid sempat protes dan akhirnya dipindah di tempat yang lebih sederhana,” katanya, Sabtu (18/6).
Aduan keberatan mengenai wisuda ini juga masuk ke Forum Pemantau Independen (Forpi) Kota Yogyakarta serta Ombudsman Republik Indonesia (ORI) DIY.
Kepala ORI DIY, Budhi Masturi menyebut berdasarkan hasil pemantauannya memang sudah sejak beberapa tahun terakhir acara wisuda di sekolah-sekolah di daerahnya digelar cukup glamor.
“Sekarang lulus SMA, SMP, SD bahkan TK pun wisudanya tak kalah heboh sama kuliah. Untuk TK dan SD, yang heboh justru orang tuanya. Yang wisuda anaknya, yang heboh emaknya,” kata Budhi.
Budhi membandingkan dengan wisuda anak di Australia yang dikemas sederhana namun penuh makna. Misalnya ketika adik tingkat menyuguhkan pertunjukan untuk para lulusan, bukannya pidato seremonial berbalut kesan glamor layaknya di Indonesia.
Budhi menyebut kultur seremonial nan glamor dan elegan ini terus dibawa, mulai dari TK sampai acara pengukuhan guru besar sekalipun. Hal ini baginya tidak baik bagi iklim pendidikan ke depan nanti.
“Dan tradisi wisuda dengan glamoritas ini banyak dikeluhkan wali dan orangtua,” tegasnya.
Anggota Forpi Kota Yogyakarta, Baharuddin Kamba juga menerima banyak curhatan serupa dari para orangtua. Satu waktu, dia mendapat keluhan seorang wali murid siswa TK yang diminta membayar Rp400 ribu untuk acara tersebut.
“Padahal dia (anaknya) belum lulus, masih TK A. Anaknya itu bayar buat acara kelulusan kakak tingkatnya (TK B) yang lulus,” kata Baharuddin.
Oleh karena itu, pihaknya mengingatkan kepada satuan pendidikan dalam hal ini sekolah agar tidak memaksakan acara wisuda kelulusan untuk jenjang TK hingga SMP.
Jika membebani orangtua, acara wisuda kelulusan sebaiknya tidak diadakan.
“Acara wisuda kelulusan yang digelar secara berlebihan, misalnya digelar di hotel atau gedung mewah, telah membebani orang tua siswa karena bagi siswa tersebut yang ikut, diwajibkan membayar guna acara wisuda dapat terlaksana,” katanya.
Pemkot Yogyakarta sudah mengeluarkan Surat Edaran No.422/1841 ditujukan kepada Kepala TK, SD, dan SMP yang intinya satuan pendidikan tidak perlu mewajibkan acara tutup tahun/perpisahan, apalagi memungut biaya dari kegiatan itu.
Ketimbang menganggarkan untuk hal-hal yang bagi banyak orang kurang bermanfaat, lanjut Baharuddin, alangkah baiknya jika dialokasikan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya.
“Sebab saat masuk sekolah di jenjang lebih tinggi, juga membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Misalnya, biaya seragam sekolah,” ujarnya.
Pemda tak wajibkan
Terpisah, Kepala Disdikpora DIY, Didik Wardaya menegaskan acara wisuda di sekolah sifatnya tidak wajib. Pemda selama ini tak melihat urgensi jika acara itu tidak dilaksanakan.
“Jadi konteksnya bukan wisuda, tetapi menyerahkan kembali siswa kepada orang tuanya,” kata Didik, Jumat (16/6).
Artinya, tak ada keharusan bagi pihak sekolah untuk menyewa hotel atau gedung mewah hanya untuk sekadar mengembalikan siswa kepada orangtua atau wali murid.
Sekolah bisa memanfaatkan fasilitasnya sendiri atau memakai gedung yang jauh dari citra glamor. Menurut Didik, paling penting adalah bagaimana komunikasi sekolah dengan orangtua siswa.
“Apa artinya habis wisuda kemudian ada ijazah yang tertahan karena suatu hal, terutama sekolah swasta kan itu menjadi repot. Sebaiknya sederhana kan bisa memenuhi hal-hal yang kurang di sekolah kalau di sekolah,” imbuhnya. (*)