Makassar, faktapers.id – Madani Institute mengadakan Dialog Intelektual Sistemik (DIALEKTIK) dengan tema “Refleksi Merohanikan Kelahiran Pancasila dan Kebijakan Pemerintah New Normal Ditengah Pandemi Covid-19” yang digelar via daring (Zoom Meeting) pada Sabtu (13/6).
Direktur Eksekutif Madani, Syamsuar Hamka mengatakan bahwa kegiatan ini bertujuan untuk memberikan edukasi kepada masyarakat terkait implementasi nilai (value) Pancasila dalam menghadapi pandemi Covid-19. Sebab banyak yang menjadikan Pancasila hanya sebatas klaim, tanpa memahami bagaimana penerapan pancasila itu sendiri.
“Pancasila yang menjadi Common Platform sangat sarat muatan nilai rohaninya. Sehingga kebijakan yang timbul tidak melulu mementingkan persoalan materi sebagaimana ideologi Komunisme dan Kapitalisme. Seharusnya Pancasila bisa menjadi jawaban solutif terhadap kondisi negara kita di tengah pandemi,” ujarnya.
Dalam paparannya Prof Suteki menyampaikan tiga ideologi besar yang ada di Indonesia dan hubungannya dengan Pancasila saling tarik-menarik. Namun, sila Pancasila sudah cukup gamblang tentang landasan dan pijakan utamanya.
“Ideologi Agama (Islam), Ideologi Sosial Komunisme, dan Ideologi Liberal Kapitalisme. Dalam tubuh sila Pancasila yang semuanya berlandaskan pada Ideologi Agama. Dan itu bisa kita lacak sejarah awal dan lahirnya,” katanya.
Dalam sila pertama Pancasila sangatlah jelas bahwa di dalamnya menganut ideologi yang Bertuhan kepada yang Maha Esa. Dan ini sesuai dengan fitrah manusia yang seharusnya tidak terlepas dari nilai-nilai agama.
“Dasar Ideologi Sosial Komunisme dan Ideologi Liberal Kapitalisme itu hanya berlandaskan pada otak, bukan pada wahyu sehingga ini yang membuat dia terpisah dengan agama bahkan tidak bertahan. Dan ini tidak sesuai dengan fitrah manusia,” terangnya.
Ia menilai bahwa keputusan pemerintah untuk melaksanakan tatanan hidup baru atau new normal dengan pertimbangan ekonomi dan ketenagakerjaan dianggap tidak tepat, karena seharusnya keselamatan jiwalah yang paling pertama diperhatikan pemerintah di masa pandemi Covid-19 ini.
“New normal ini adalah hasil dari dua ideologi yakni Ideologi Sosial Komunisme dan Ideologi Liberal Kapitalisme yang lebih mendahulukan permasalah ekonomi dan ketenagakerjaan dibandingkan dengan keselamatan jiwa. New normal ini seharusnya berpaku pada keselamatan jiwa,” ungkapnya.
Pakar Filsafat Pancasila dan Guru Besar Universitas Diponegoro tersebut juga angkat bicara dengan RUU HIP yang tengah menjadi perbincangan hangat di tengah masyarakat akhir-akhir ini. Ia berpendapat bahwa RUU HIP memberi peluang untuk bangkitnya kembali komunisme di Indonesia.
“Revisi Undang-undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) ini bisa menjadi alat untuk menggebuk orang-orang yang kritis terhadap pemerintah, dengan caplokan sebagai orang yang anti pancasila. Persoalan ini jadi krusial karena ada penunggang gelap yang berupaya membangkitkan komunisme, dan ini telah tercatat dalam sejarah,” tegasnya.
Berbagai respon telah dilontarkan mengenai RUU HIP ini baik secara individu ataupun ormas. Sebagaimana MUI se-Indonesia telah mengeluarkan maklumatnya dengan tegas menolak RUU HIP karena berpeluang untuk memberikan ruang agar PKI bisa bangkit kembali di Indonesia. (Anchank)