DaerahJawa

Diiringi Kirab Bergodo, 5 Gunungan Meriahkan Sadranan di Desa Jabung Gantiwarno

×

Diiringi Kirab Bergodo, 5 Gunungan Meriahkan Sadranan di Desa Jabung Gantiwarno

Sebarkan artikel ini

Klaten, faktapers.id – Ratusan warga di Dukuh Besari Kulon Desa Jabung Kecamatan Gantiwarno Kabupaten Klaten menggelar tradisi sadranan dengan kirab tumpeng dan gunungan, Sabtu (18/3/2023) siang.

Kepala Desa Jabung, Pramono Hadi mengatakan, tradisi sadranan kali ini sangat spesial karena 2 tahun tidak digelar akibat pandemi Covid-19. Saat ini kembali terlaksana yang dikuti oleh masyarakat Dukuh Besari Wetan dan Besari Kulon.

“Untuk penyelenggaraan tahun ini warga mengadakan kirab gunungan dan diiringi kirab bergodo. Sebenarnya ini program desa tapi kami laksanakan di dukuh besari kulon,” kata Pramono Hadi usai kegiatan Nyadran.

Prosesi nyadran diawali arak-arakan gunungan palawija hasil bumi dan tumpeng ke makam Gojowangsan Besari Kulon. Ratusan warga desa setempat juga turut dalam barisan bersama pasukan keraton “bergodo’ lengkap berbusana Jawa.

Setelah sampai di lokasi pemakaman desa, semua warga duduk lesehan di bawah tenda yang disediakan. Alunan sholawat dan doa dilantunkan penuh khidmat. Warga yang diantaranya juga berasal dari luar desa terlihat turut larut dalam prosesi ini.

Diungkapkan Pramono, bagi warga Desa Jabung umumnya tradisi Nyadran wajib digelar setiap tahun. Hal itu untuk menghormati dan mendoakan para leluhur cikal bakal berdirinya Desa Jabung.

Ditambahkan Pramono, selain melestarikan tradisi, dengan adanya kirab budaya dan sadranan ini juga guna mendukung program Desa Jabung dalam mendukung kerukunan umat beragama.

“Hal ini sangat beralasan karena desa jabung ditunjuk oleh KUA kecamatan gantiwarno sebagai kampung moderasi beragama. Dan selama ini desa jabung dalam kehidupan kesehariannya, antar pemeluk beragama selalu berdampingan,” ungkapnya.

Bertepatan dengan tradisi Nyadran ini, Pramono mengatakan, pihak pemerintah desa juga mengundang semua pemeluk umat beragama untuk diajak berdoa bersama di bangsal makam Gojowangsan.

Menurutnya, adanya Pasaka di daerah adalah bentuk keinginan bersama turut serta Pemerintah dalam menjaga terhadap pengaruh radikalisme tidak berkembang di dalam kehidupan di masyarakat. Maka sudah menjadi kewajiban bersama untuk selalu menjaga marwah Jawa agar jangan sampai hilang.

“Budaya Jawa merupakan budaya yang sudah diajarkan oleh nenek moyang kita ratusan tahun yang lalu. Di tanah Jawa ini menjadi kesepakatan, menjadi dasar, menjadi hukum orang Jawa itu sendiri. Yang pasti itu cocok dengan jiwa kita sebagai orang Jawa,” pungkasnya.

Pantauan dilapangan, Acara tradisi sadranan dipadati warga yang menunggu di bangsal makam dengan segala piranti tumpeng dan makanan jajanan pasar. Puncak dari tradisi sadranan ini warga beramai-ramai berebut gunungan yang menjadi simbol rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rejeki.

(Madi)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *