Jabodetabek

Dipertanyakan Masyarakat, Benarkah Ada Pernikahan Siri Dilakukan di Kuburan ? 

×

Dipertanyakan Masyarakat, Benarkah Ada Pernikahan Siri Dilakukan di Kuburan ? 

Sebarkan artikel ini

Depok – Paktapers – Ini ragam pertanyaan di masyarakat. Benarkah ada pernikahan siri  yang dilakukan di Kuburan sebagaimana yang dikabarkan satu media?

Tudingan aneh itu ditujukkan pada sepasang suami istri, berinisal K dan DS yang menjadi terdakwa dalam kasus nikah siri yang di gelar di Pengadilan Negeri (PN) Depok, Jawa Barat, pada Rabu (14/6/2023) dan Senin (26/6/2023).

Keduanya menjalani persidangan dengan Hakim Ketua sidang Andry Eswin Sugandi Oetara dengan Jaksa Penuntut Umum Muhamad Nur Aji serta Panitera Ambar. Sedangkan Pengacara terdakwa adalah
Yamin, SH.

Di sidang pertama hanya mendengarkan dakwaan. Apa yang didakwakan adalah pasal 279 ayat 1 KUHP tentang pernikahan terhalang atau pernikahan tanpa izin dari istri sah suami.

Lepas sidang pertama K merasa dipojokan dengan judul pemberitaan sebuah media yang menurutnya menggiring masyarakat kepada konotasi yang negatif, yakni Nikah di Kuburan. Dengan judul yang diarahkan kepada kesan yang negatif dan provokatif itu, menurutnya hal itu sudah masuk ranah pencemaran nama baik.

” Masa nikah di kuburan? Yang benar aja? Kami nikahnya di Mushalla, kok. Mushallah Al Makbaroh, bukan di atas kuburan. Dari judul itu kan orang bisa berasumsi seolah-olah kita bikin tenda di atas kuburan gitu. Atau yang ekstrem lagi nikah betul-betul di atas kuburan. Padahal ini kan kejadiannya nikah di Mushallah Al Makbaroh, Kampung Bojong, Depok. Mau dicek silahkan dicek untuk bukti kebenarannya.  Kami betul-betul keberatan dengan judul yang berkonotasi negatif itu,” keluh K.

Persoalan lainnya, lanjut K,   di awal persidangan ada pertanyaa hakim apakah itu sidang terbuka atau tertutup? Lalu Hakim menegaskan itu sidang tertutup untuk umum yang kemudian dipahami kedua belah pihak yang berperkara. Tapi beberapa waktu kemudian malah muncul berita yang memuat materi acara yang disertai juga foto persidangan.

Keduanya sangat menyayangkan hal itu.”Itu kan pribadi ya. Kalau misalkan dibilang sidang tertutup itu kan pribadi. Untuk sidang tidak tertutup saja foto dalam pengadilan tidak boleh disebar. Apalagi sidang kami tertutup kan? Di dalam persidangan itu semua handphone harus mati, tidak boleh ada alat perekam atau apapun. Apalagi yang tertutup ya. Harusnya kan juga tidak bisa barang itu keluar. Lha ini sampai masuk media? Ada fotonya lagi. Siapa yang foto coba? ” sesal K.

Keduanya tidak mengerti siapa yang melakukan pemotretan itu? Dan apakah hal itu dibenarkan serta apa maksudnya, keduanya juga belum mafhum benar.

Dalam hal ini pengacara kondang Deolipa Yumara kala diminta tanggapannya menegaskan, seharusnya foto sidang tidak usah dipublikasikan (di media)..”Yaa karena sidang tertutup biasanya terkait perlindungan terhadap anak jadi tidak bisa diekspos. Termasuk juga perlindungan terhadap wanita dan anak atau adanya perilaku seks yang  tidak boleh diketahui anak anak,” jelas Deolipa yang juga tenar sebagai musisi ini.

Para pihak, termasuk pengacara, seharusnya juga tidak membuka materi persidangan ke publik. Harus dipahami bahwa prinsip sidang tertutup tak hanya melarang pihak lain

Jadi apa pun yang terjadi di persidangan tidak boleh diekspos ke publik, itu prinsip persidangan tertutup. Informasi yang boleh disampaikan ke publik adalah hal-hal di luar materi persidangan. Ia menjelaskan yang dimaksud sebagai materi persidangan adalah inti masalah, hal-hal yang berhubungan dengan pemeriksaan saksi dan juga keterangan saksi di sidang.

Untuk itu, lebih lanjut K menambahkan,” Saya dan suami tengah berkonsultasi dengan pengacara kami untuk memutuskan tindakan yang harus kami lakukan kemudian karena kami merasa dipermalukan,” tandasnya.

Sebagaimana diketahui, keduanya  diadili atas laporan DM, istri sah DS secara negara. Tapi menurut K, keduanya sebetulnya sudah berpisah selama 8 bulan lebih meski memang belum ada keputusan yang inkracht terkait masalah perceraian dari Pengadilan Agama yang memang masih berjalan.

Karena itu K juga makin merasa tersudutkan kalau dirinya dikatakan sebagai ‘pelakor’.

“Jelas saya tidak terima dibilang pelakor. Bagaimana bisa dibilang pelakor kalau saya nemuin DS cuma tinggal di rumah ibunya. DS saat itu nggak tahu ke mana. Gitu loh.  Ada saksinya yang tahu, kok,” kilah K.

Dia melanjutkan, dulu DM entah kemana. ” Nah saat tahu kami menikah siri dia ujug-ujug mendatangi kami. Disitu saya dimaki,” urai K.

Lepas itu proses Pengadilan Agama pun bergulir. ” Nah,  suami saya memang belum sepenuhnya menjalankan keputusan Pengadilan Agama. Suami saya belum atau tidak mau memberikan Iddah Mut’ah yang awalnya diminta 300 juta. Alasannya karena mereka tidak punya anak. Kedua, mereka tidak punya harta gono-gini dan ketiga suami sendiri gak punya uang karena memang tidak bekerja.  Pelakor saya ada dimana coba? Darimana sih muncul bahasa pelakor< karena saya nemuin DS cuma tinggal di rumah orang tuanya. Faktanya begitu kok. Silahkan dikonfrontir aja dengan ibunya,” pungkas K.

[]

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *