Waka DPR: Hari Santri Skema Rawat Indonesia

×

Waka DPR: Hari Santri Skema Rawat Indonesia

Sebarkan artikel ini

Jakarta, faktapers.id – Dalam kerangka ketatanegaraan, jika Inodonesia adalah ikan, maka Islam adalah airnya. Demikian Wakil Ketua DPR RI, Azis Syamsudin menanggapi Hari Santri yang di canangkan 20 Oktober 2019 oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).

“Dalam kerangka kenegaraan, peringatan hari santri tidak bisa dilepaskan dari skema besar merawat Indonesia,” ujar Azis di Jakarta, Senin (21/10/19). Bila diibaratkan Indonesia adalah ikan, sambung dia, maka Islam adalah airnya.

“Adapun pesantren, adalah mata airnya. Dan santri adalah air bening yang mengalir membentuk sungai-sungai, dan mewarnai wajah Islam di Nusantara,” sebut politisi muda Partai Golkar itu lagi.

Menurut Azin, Hari Santri Nasional yang mulai dicanangkan sejak era perintahan Jokowi jilid II ini, salah-satu tujuannya agar mata air yang bernama pesantren dan produknya yang bernama santri, dapat terus terjaga kualitasnya dalam menebar nilai-nilai Islam yang rahmatan lil Alamin.

“Sebab nilai-nilai inilah yang sebenarnya menjadi inti perekar semua perbedaan yang kompleks di nusantara dan menjadi dasar tegaknya persatuan Indonesia,” tegasnya.

Azis pun mengunkapkan beberapa hal ‘pekerjaan rumah’ pemerintah pasca pelantikan Presiden 20 Oktober 2019. Diantaranya, di bidang poltik dan hukum, juga pertahanan dan keamanan. “Di bidang politik, harus dilakukan pemerintah mendamaikan kepentingan politik elit,” tegasnya.

Besarnya gerbong politik Jokowi saat ini, urai Azis, di satu sisi bisa menjadi keunggulan yang luar biasa. Tapi bila salah merawatnya, kelebihan muatan ini akan menjadi beban dan pada tahap tertentu bukan tidak mungkin bisa menjadi masalah yang memberatkan langkah pemerintahan kedepan.

“Membersihkan ‘sampah politik’ yang berserak pasca persaingan politik antara kubu opisisi dan pemerintah selama 5 tahun terakhir. Sulit dipungkiri bahwa sampah konflik tersebut sudah membentuk pattern budaya politik yang konfliktual di tengah masyarakat, mulai dari kelas menengah hingga akar rumput,” paparnya.

Sebagaimana disaksikan dalam beberapa tahun terakhir, jelas Azis lagi, segregasi kedua kelompok ini bisa meningkat tinggi hingga ke titik yang membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa. Untuk itu, agar menjamin terlaksananya tujuan pemerintah dalam lima tahun ke depan, sampah politik ini harus di bersihkan sesegera mungkin.

“Menghidupkan kritisisme civil society. Harus diakui, bahwa bersatunya elit politik saat ini, sebenarnya sebuah preseden buruk bagi demokrasi. Itu sebabnya, oposisi tetap dibutuhkan,” cetusnya.

Azis berpendapat, salah-satu pihak yang bisa mengambil alih peran itu sekarang adalah kelompok civil society, seperti mahasiswa, kelompok pro-demokrasi antara lain, aktifis HAM dan lingkungan dan para aktifis anti korups

“Hanya saja, pemerintah harus menyediakan kanal khusus untuk menjaga agar kritik mereka tidak ditunggangi oleh kelompok tidak bertanggungjawab yang bisa membahayakan situasi keamanan nasional,” serunya.

Lebih lanjut, Azis mebgungkapkan, di bidang hukum, polemik terkait Revisi UU KPK dan penolakan atas RUU KUHP agaknya masih akan berlangsung dalam beberapa waktu ke depan. “Gelombang tuntuan agar presiden mengeluarkan Perppu KPK juga tampaknya masih akan berlanjut,” sebutnya lagi.

Namun, menurut Azis, apapun nanti keputusan akhir yang akan dipilih presiden, jangan sampai isu KPK ini menjadi preseden buruk bagi pemerintahan Jokowi Jilid II mendatang.

“Di bidang pertahanan dan keamanan. Pemerintah perlu mewaspadai perubahan wajah ancaman, dari konvensional ke non konvesional. Perspektif ini sebenar sudah lama dipahami oleh pemerintah,” paparnya.

Tapi, jelas Azis, dari fenomena ancaman yang muncul akhir-akhir ini, seperti ancaman terorisme, radikalisme, separatism, dan aksi massa menunjukkan adanya lompatan metodologis dari pola ancaman itu sendiri.

“Terkait ancaman terorisme dan radikalisme, hal ini sudah diurai cukup rinci dalam artikel Waspada Perubahan Wajah Teror. terkait ancaman separatisme, dalam kasus Papua kita menyaksikan, bagaimana satu isu bisa demikian cepat bereskalasi hingga ke level global,” terangnya.

Soal aksi masa, Azis menilai, dalam beberapa tahun terakhir telah disaksikan bersama bagaimana yang sudah berhasil dalam waktu cepat mengkonsolidasi dari dalam skala besar.

“Dan dalam kasus demo mahasiswa yang baru-baru ini terjadi, aksi mereka berhasil mematahkan sejumlah pattern. Pertama, aksi ini tidak memiliki patron intelektual, namun isu yang ditembak terbilang advance,” lanjutnya.

Kedua, Tambah Azis, tidak ideologis, tapi terencana. Ketiga, sporadic, tapi rapuh, sehingga sangat mudah bertransformasi menjadi anarkis. Aksi ini mirip dengan aksi mahasiswa yang terjadi di Hong Kong. (OSS)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *