Ketua MPR: Pembentukan Mahkamah Kehormatan MajelisTinggal Pematangan

×

Ketua MPR: Pembentukan Mahkamah Kehormatan MajelisTinggal Pematangan

Sebarkan artikel ini

Jakarta, faktapers.id – Guna menegakkan kode etik, tak menjadi rancu bila MPR RI juga bentuk Mahkamah Kehormatan meski DPR RI dan DPD RI telah memilikinya.

Penegasan ini dikemukakan Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo. “MPR akan membentuk Mahkamah Kehormatan Majelis, sebagai penegak kode etik terhadap setiap anggota MPR,” ungkap politisi Golkar yang akrab disapa Bamsoet itu di Jakarta, Rabu (7/10).

Menurut Bamsoet, kini tahapan pembentukannya sudah di setujui dan disepakati, tinggal pematangannya diharapkan bisa segera selesai dalam waktu dekat.

“Walaupun DPR dan DPD secara kelembagaan telah memiliki badan atau Mahkamah Kehormatan untuk menegakkan kode etik bagi masing-masing anggotanya, tidak menjadi rancu apabila MPR RI juga memiliki badan atau Mahkamah Kehormatan,” ujarnya.

Bamsoet pun memaparkan, selain bertugas mengadili atas dugaan pelanggatan etik, Mahkamah Kehormatan Majelis juga melakukan pembelaan sesuai kode etik yang ada atas berbagai tuduhan, tudingangan atau fitnah pelanggaran etik terhadap anggota.

“Karena masing-masing lembaga memiliki pedoman dan tata kerja yang berbeda, sebagaimana dituangkan dalam Peraturan Tata Tertib dan Kode Etik lembaga,” urainya.

Menurut Bamsoet, mlalui penegakan kode etik dari ketiga lembaga tersebut justru akan memperkuat harkat dan martabat anggota perwakilan dalam lembaga MPR, DPR, dan DPD sebagai pengemban amanat rakyat.

Sebelum membentuk Mahkamah Kehormatan Majelis, sambung dia, MPR terlebihdulu akan memutakhirkan Kode Etik MPR RI yang terakhir diterbitkan pada tahun 2010.

“Mengingat adanya perkembangan tugas dan alat kelengkapan MPR RI saat ini yang berbeda dengan MPR RI periode 2009-2014 pada saat peraturan Kode Etik tersebut diputuskan,” sambung Bamsoet.

Selain itu, jelas dia lagi, Rapat Gabungan juga memutuskan menambah jumlah personil Komisi Kajian Ketatanegaraan MPR RI (K3 MPR RI) dari semula 45 orang menjadi 55 orang yang terdiri dari pakar ketatanegaraan maupun mantan anggota MPR RI.

“Jumlah pimpinannya pun ditambah, dari semula satu Ketua dengan empat Wakil Ketua menjadi satu Ketua dengan lima Wakil Ketua dari kelompok DPD RI,” terang Bamsoet.

Ia mengungkapkan, penambahan tersebut didasarkan pada tugas berat yang akan di emban K3 MPR RI, khususnya dalam mengkaji dan merumuskan pokok-pokok pikiran yang berkaitan dengan sistem ketatanegaraan.

“Salah satunya menyangkut urgensi menghadirkan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) sebagai road map pembangunan nasional,” cetus Bamsoet.

Ia menuturkan, selain PPHN, K3 MPR juga memilki tugas berat lainnya. Antara lain mengevaluasi status hukum/keberlakuan Ketetapan MPR/MPRS yang masih berlaku.

“Khususnya yang diatur dalam Pasal 4 Ketetapan MPR RI No. I/MPR/2003, menyusun kajian/telaah BAB I, BAB II, dan BAB III Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,” papar Bamsoet.

Ia menegaskan, sejumlah bab di UU tersebut membantu MPR menata sistem hukum dan peraturan perundang-undangan berdasarkan Pancasila sebagai sumber segala sumber hukum negara.

“Penataan kekuasaan kehakiman, maupun pelaksanaan Sosialisasi Empat Pilar MPR RI, sebagaimana rekomendasi MPR RI 2014-2019 kepada MPR RI 2019-2024,” tambah Bamsoet. OSS

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *