Jakarta, Faktapers.id – Kapolri mengakui ada kesalahan penulisan dalam Surat Telegram tersebut, sehingga yang muncul ke publik berbeda dengan maksud sebenarnya.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo pun meminta maaf atas terbitnya Surat Telegram tentang ‘larangan peliputan pada tindakan arogansi aparat’ yang kini telah dicabut, Selasa (6/4/2021).
Surat Telegram Bernomor ST/750/IV/HUM/345/2021 itu ditandatangani oleh Kadiv Humas Polri, Irjen Argo Yuwono atas nama Kapolri, bertanggal 5 April 2021 mengundang kontroversi, sehingga alhirnyadicabut kurang lebih 24 jam kemudian.
Sigit menyebutkan arahan dia yang sebenarnya adalah ingin membuat Polri bisa tampil humanis. Namun bukan berarti Polri melakukan tindakan pelarangan kepada media massa.
“Arahan saya adalah masyarakat ingin Polri bisa tampil tegas, namun humanis,” ujar Sigit, Selasa (6/4/2021).
Menurut Sigit dirinya melihat masih banyak anggota yang nampak arogan dalam tayangan media massa. Oleh karena itu, mantan Kabareskrim ini memberi arahan agar anggota Polri menjaga sikap di lapangan karena perilakunya pasti disorot
“Kita lihat di tayangan media masih banyak terlihat tampilan anggota yang arogan. Oleh karena itu tolong anggota untuk lebih berhati-hati dalam bersikap di lapangan karena semua perilaku anggota pasti akan disorot,” tandas Kapolri Sigit.
“Jangan sampai ada beberapa perbuatan oknum yang arogan, merusak satu institusi. Karena itu saya minta agar membuat arahan agar anggota lebih hati-hati saat tampil di lapangan,” tambah Jenderal yang pernah menjabat Kabareskrim ini.
Sigit menerangkan, melalui telegram itu, sebenarnya dia hendak mengarahkan jajaran Polri agar tak pamerkan wewenang sebagai penegak hukum dengan tindakan yang berlebihan. Karena tindakan-tindakan tersebut malah membuat polisi terlihat arogan.
“Jangan suka pamer tindakan yang kebablasan dan malah jadi terlihat arogan. Masih sering terlihat anggota tampil arogan dalam siaran liputan di media. Hal-hal seperti itu agar diperbaiki sehingga tampilan anggota semakin terlihat baik, tegas namun humanis,” sebut Sigit.
Disinggung mengapa maksud berbeda dengan Surat Telegram. Jenderal bintang empat ini menduga anggota kepolisian yang membuat Surat Telegram salah menangkap maksud arahannya. Sehingga Surat Telegram salah secara redaksional.
“Mungkin di penjabaran STR (surat telegram) tersebut anggota salah menuliskan, sehingga menimbulkan beda penafsiran, di mana STR yang dibuat tersebut keliru, sehingga malah media yang dilarang merekam anggota yang berbuat arogan di lapangan. Jadi dalam kesempatan ini saya luruskan, anggota (polisi) yang saya minta untuk memperbaiki diri,” terang Sigit.
“Polri juga butuh masukan dan koreksi dari eksternal untuk bisa memperbaiki kekurangan kami. Oleh karena itu saya sudah perintahkan Kadiv Humas untuk mencabut STR tersebut dan sekali lagi mohon maaf atas terjadinya salah penafsiran yang membuat ketidaknyamanan teman-teman media,” ucap Kapolri menegaskan permohonan maafnya. []
