Headline

Kompolnas: Tahanan Keluar-Tembak Petinggi Polda Gorontalo Preseden Buruk

×

Kompolnas: Tahanan Keluar-Tembak Petinggi Polda Gorontalo Preseden Buruk

Sebarkan artikel ini

Faktapers.id – Direktur Tahanan dan Barang Bukti (Dirtahti) Polda Gorontalo AKBP Beni Mutahir tewas ditembak tahanan kasus narkoba inisial RY (31). Beni diduga melanggar kode etik karena membantu tahanan tersebut keluar.
Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Poengky Indarti mengatakan kasus tersebut menjadi preseden buruk. Poengky meminta pengawasan tahanan diperketat.

“Kasus tersebut menjadi preseden buruk. Kompolnas berharap pengawasan yang lebih ketat dari pengawas internal dan dari pimpinan satu tingkat di atasnya agar pelanggaran prosedur yang dilakukan Dirtahti Polda Gorontalo tidak terjadi lagi di masa depan,” kata Poengky kepada wartawan, Rabu (23/3/2022).

Lebih lanjut Poengky meminta adanya penyelidikan lebih lanjut terkait kasus ini. Dia mempertanyakan keluarnya tahanan narkoba itu bersama Dirtahti AKBP Beni Mutahir.

“Bagaimana mungkin ada seorang tahanan bisa keluar dari tahanan di pagi buta bersama Dirtahti. Padahal tugas Dirtahti adalah menjamin tahanan aman berada di dalam ruang tahanan. Keluarnya tahanan selain kepentingan penyidikan adalah jika terjadi hal-hal yang sifatnya darurat, misalnya ada keluarga inti tersangka yang meninggal atau peristiwa bencana seperti kebakaran. Keluarnya tahanan juga harus dikawal aparat kepolisian yang berwenang untuk mencegah yang bersangkutan melarikan diri,” ujarnya.

Dia meminta adanya investigasi lebih dalam terkait motif tahanan tersebut keluar. Terkait adanya tujuh perwira polisi yang terlibat, dia meyakini apa yang dilakukan karena perintah atasan.

“Oleh karena itu, perlu diperiksa mengapa tahanan narkoba bisa keluar tahanan dan apa motifnya membunuh korban. Tujuh anggota yang berjaga saat Dirtahti memerintahkan pengeluaran tahanan memang bersalah karena tetap menaati perintah yang salah, tetapi perlu dipertimbangkan mereka melaksanakan perintah atasan. Apalagi jika mereka berpangkat bintara, pasti takut melawan atasan,” ujarnya.

Kompolnas mendorong kasus ini diusut tuntas dan transparan. “Kompolnas mendorong pengusutan kasus penembakan yang dilakukan tersangka narkoba kepada Dirtahti Polda Gorontalo yang menewaskan korban. Kompolnas mengharapkan pengusutan kasus secara tuntas, profesional, transparan, dan akuntabel,” tuturnya.

Diberitakan sebelumnya, AKBP Beni Mutahir melakukan pelanggaran kode etik karena membawa keluar tahanan RY yang berujung AKBP Beni tewas ditembak pada Senin (21/3) sekitar pukul 04.00 Wita. AKBP Beni melanggar Pasal 13 Ayat 1 huruf F Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 14 tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Polri.

“Dalam hal tersebut di atas maka Dirtahti telah melakukan pelanggaran kode etik Polri dan tidak sesuai prosedur dalam mengeluarkan tahanan sebagaimana seharusnya telah diatur dalam Perkap nomor 4 tahun 2015 tentang perawatan tahanan di lingkungan Polri,” kata Kombes Tri.

Sesuai Pasal 13 ayat 1 huruf F di atas, AKBP Beni tak memiliki kewenangan mengeluarkan tahanan tanpa ada persetujuan pihak terkait seperti penyidik, jaksa dan hakim.

“Setiap anggota Polri dilarang menggunakan tahanan tanpa perintah tertulis petugas penyidik, atasan penyidik atau penuntut umum atau hakim,” tutur Kombes Tri.

7 Polisi Ikut Bantu Keluarkan Tahanan

Tujuh personel Tahti Polda Gorontalo diinvestigasi Propam buntut kasus AKBP Beni Mutahir tewas ditembak tahanan kasus narkoba inisial RY (31). Ketujuh personel Tahti itu terungkap berperan membantu petinggi Polda Gorontalo AKBP Beni mengeluarkan pelaku dari ruang tahanan.

“Kemudian, selain Dirtahti, ini ada tujuh personel Tahti yang jaga tahanan, ini juga diduga melanggar,” kata Kabid Humas Polda Gorontalo Kombes Wahyu Tri Cahyono dalam konferensi persnya, Rabu (23/3/2022).

Tujuh bawahan AKBP Beni disebut melanggar Pasal 7 huruf C dan huruf E Peraturan Kapolri (Perkap) 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Polri yang berbunyi setiap anggota Polri yang berkedudukan sebagai bawahan wajib menolak perintah atasan yang bertentangan dengan norma hukum, norma agama, dan norma kesusilaan.

“Yang kedua (tujuh personel seharusnya) melaporkan kepada atasan pemberi perintah atas penolakan perintah yang dilakukan untuk mendapatkan perlindungan hukum dari atasan pemberi perintah,” sambung Kombes Tri.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *