Bali

Proyek Dispar Buleleng 3 Miliar Diduga Melanggar LP2B, Jangan Salahkan Masyarakat Ikut Melanggar

×

Proyek Dispar Buleleng 3 Miliar Diduga Melanggar LP2B, Jangan Salahkan Masyarakat Ikut Melanggar

Sebarkan artikel ini

Singaraja, Faktapers.id – Anggota DPRD Buleleng Made Sudiarta alias Dek Tamu dari Fraksi Nasdem yang duduk dikomisi II sering bersuara lantang kendati dalam sidang kadang kala kalah dukungan namun kejujuranya membuat semangat menyuarakan hal-hal diduga ada penyimpangan dan ingin pihaknya meluruskan.

Seperti pelanggaran LP2B dikawasan pantai Desa Kalibukbuk oleh Investor, sejak dibuat perda LP2B pelanggaran terjadi dan dibiarkan bangunan berlanjut oleh Pemkab Buleleng bahkan Sat Pol PP datang namun tak mampu berbuat apa.

Pemkab Buleleng dalam hal ini Dispar pun diduga ikut melanggar kawasan yang berlokasi di Desa Baktiseraga (Pantai Penimbangan) yang mana lahan pertanian pangan berkelanjutan atau yang sering disingkat LP2B merupakan bidang lahan pertanian yang ditetapkan untuk dilindungi dan dikembangkan secara konsisten guna menghasilkan pangan pokok bagi kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan nasional. Dinas Pariwisata Buleleng membangun kendati dilahanya sendiri yang dibeli dari seseorang, menurut Dek Tamu Sabtu (16/9) yang ditemui dikediamanya mengungkapkan.

“Cobak masyarakat lihat di PP ada bangunan pemerintah Buleleng akan berdiri megah untuk menampung masyarakat /pedagang dikawasan itu. Apa itu tidak melanggar kawasan LP2B anehnya belum memiliki IMB kok sudah membangun,”ungkap Dek Tamu.

Kendati seperti kondisinya dan sudah mulai pengerjaan, Pemkab Buleleng diduga akan berdalih kalau kawasan tersebut dibilang tidak termasuk kawasan LP2B.

”IMB belum dikantongi sudah membangun bahkan baru mengurus, bisa saja akan berdalih kalau tempat itu bukan kawasan LP2B. Saya sudah dapat bicarakan mempertanyakan mana saja lokasi LP2B, malah pemkab belum mengetahui yang mana masuk kawasan LP2B. Berkacamata dan melihat itu adalah areal persawahan produktif. Ini perda belum setahun di buat sudah 2 kasus pelanggaran yang terjadi, jangan salahkan investor ikut melanggar ”terang Dek Tamu.

Sentilan Dek Tamu cukup menggigit pasalnya, Pemkab dalam hal ini Dispar menari diatas derita pedagang di PP kendati membangun dilahanya sendiri yang dibeli sejak dahulu dan sempat ditanami padi oleh pihak ketiga ,”Kalau mau menggusur mereka kenapa tidak dari dulu di tata, yang saya takutkan nanti seperti pasar Banyuasri dengan bangunan megah tidak ada pengunjung kasihan pedagang disana membayar lapak mahal namun merugi kedepanya, ada kesan pemaksaan,” kata Made Sudiarta/Dek Tamu

Diketahui bangunan akan menyerupai pasar akan digunakan untuk menampung 17 pedagang dikawasan DTW PP dengan nilai proyek sebesar Rp. 3.354.743.729.00 (tiga miliar lebih) sumberdana DAK /2022.

Kadis PUPR Buleleng Putu Adiptha Ekaputra yang disentil terhadap proyek di kawasan DTW Pantai Penimbangan dan IMB dan Kawasan masuk LP2B cukup sedikit memberikan stetmen.

“Harus dikaji dari berbagai aspek dulu bukan hanya LP2B, nanti di cek dulu di system,”singkat Kadis PUPR Adipta.

Salah satu masayarakat Desa Baktiseraga kendati enggan disebut namanya, adanya tempat penampungan baru untuk pedagang yang dinilai epektif namun akan mengurangi pemasukan desa terutama Desa Adatnya sendiri guna mensejahterakan umat, seperti yang disebutkan.

“Kalau berkaca dulu sebelum akan ditata emang warga yang menyebabkan adanya obyek wisata, desa adat ada pemasukannya makanya adat berani jor joran memberikan peluang warga untuk berjualan. Dan desa Adat pasti mendapat kontribusi dari pedagang walaupun sedikit tetapi ada untuk mensejahterakan kerama umat. Nah nanti perkembanganya belum kami ketahui seperti apa, adat mendapat apa…? Apa pengelolaan parkir mungkin yang akan diberikan oleh Dispar tetapi kami berharap sih Pemkab Buleleng dapat mengerti dengan kondisi desa adat kami apalagi dipinggir pantai ada pura yang nantinya perlu ditata kebersihanya, “papar warga

Analisa yang kemungkinan bisa terjadi,setelah ditampung oleh Dispar para pedagang yang menempati lapak baru bisa tidak mendapat penghasilan karena lokasi agak jauh keselatan dari bibir pantai dan besar kemungkinan warga kembali berjualan ketempat semula dengan meja-meja kecil karena masyarakat ingin menikmati suasana pantai dengan deburan ombak. (ds)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *