DaerahBali

Seru…!!!, Kasus Tanah Batu Ampar. Tirtawan Mengadukan ke Wantimpres

×

Seru…!!!, Kasus Tanah Batu Ampar. Tirtawan Mengadukan ke Wantimpres

Sebarkan artikel ini

Jakarta.Faktapers.id – Perjuangan Tirtawan untuk warga Dusun Batu Ampar, Desa Pejarakan, Kecamatan Gerokgak, Buleleng, Bali dalam memperoleh kembali tanah mereka tak pernah pupus.

Nyoman Tirtawan mengadu ke Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) di Jalan Veteran III, Jakarta Pusat, Rabu (1/2/2023). Kedatangan Nyoman Tirtawan diterima oleh Tim Ahli Dewan Pertimbangan Presiden Bidang Politik Hukum dan Agraria Dr. Bambang Slamet Riyadi, SE.,SH.,MH.,MM.

Kepada awak media Tirtawan mengungkapkan tujuan dari bertemu dengan Wantimpres “Kami melaporkan kepada tim ahli hukum Wantimpres, diterima Bambang Slamet Riyadi, kami 55 warga Batu Ampar yang memiliki bukti kepemilikan tanah dan membayar pajak dari dulu sampai sekarang namun mereka diusir dan tanah mereka dicaplok dan dibangun hotel ,” kata Nyoman Tirtawan .

Tirtawan berharap Wantimpres segera melaporkan kasus tersebut kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). Apalagi kata Nyoman Tirtawan warga Batu Ampar telah memenuhi kewajibanya “Karena saya tahu Jokowi adalah pelayan rakyat sejati, saya yakin Bapak Jokowi tidak ingin ada rakyatnya menjadi korban para mafia,” tegasnya.

Tirtawan sangat mengapresiasi kinerja Wantimpres yang dinakhodai Jenderal Wiranto yang dengan sigap menerima laporannya. “Saya ucapkan terima kasih tak terhingga atas kerja cepat dan tanggap luar biasa. Sekali lagi saya tunggu, pelayanan untuk masyarakat yang terzalimi, masyarakat yang notabene tidak bisa baca tulis, susah hidup susah makan justru dirampas hak-haknya,” benernya (31/1) melalui telephone.

Nyoman mendesak Tim ahli hukum bidang Agraria Wantimpres segera mengecek kebenaran kasus pencaplokan tanah tersebut yang di masukan sebagai asset Pemkab Buleleng oleh saat itu Bupati Buleleng Putu Agus Suradnyana. “Saya harap segera mungkin dari sekretariat Wantimpres untuk mengecek kebenaran secara objektif baik melihat objek tanah sengketa, yang dirampas, dan memanggil para pihak BPN maupun Pemkab Buleleng,” jelasnya.

Sejak tahun 1952 kata Nyoman, warga Dusun Batu Ampar menerabas hutan belantara untuk bercocok tanam dan bermukim di atas tanah tersebut.Warga diberikan surat kepemilikan tanah pada tahun 1959 sebagai bukti legalitas oleh pemerintah.

Namun pada tahun 1976, lantaran pemerintah membutuhkan kapur sebagai bahan bangunan, maka diterbitkan sertifikat hak pengelolaan lahan (HPL) kepada Perusahaan Daerah Swatantra seluas 45 hektar di atas tanah pemukiman warga Dusun Batu Ampar itu.

“Di dalam sertifikat HPL tertulis kalimat ‘amanya hak berlaku sepanjang tanah yang dimaksud dipergunakan untuk proyek pengapuran’,” bebernya.
Secara de facto kata Nyoman Tirtawan, proyek pengapuran berakhir tahun 1980-an. Kemudian Bupati Buleleng dan Kepala Kantor Agraria Buleleng bersurat kepada Menteri Dalam Negeri pada tahun 1982.

(ds)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *