Berita

Sejak 2017 Masalah Kerap Berulang, P2G Desak Kemendikbudristek Tinjau Ulang Sistem PPDB

×

Sejak 2017 Masalah Kerap Berulang, P2G Desak Kemendikbudristek Tinjau Ulang Sistem PPDB

Sebarkan artikel ini

Faktapers.id ~ Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) mendesak Kemdikbudristek meninjau ulang dan mengevaluasi kebijakan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). P2G mencatat lima persoalan yang kerap berulang selama pelaksanaan PPDB sejak 2017.

“Evaluasi secara total dan komprehensif serta tinjau ulang kembali sistem PPDB sangat penting dilakukan Kemdikbudristek, karena P2G menilai tujuan utama PPDB mulai melenceng dari relnya. Persoalan klasik yang terjadi tiap tahun,” kata Koordinator Nasional P2G, Satriwan Salim, dalam keterangan tertulis, Selasa, 11 Juli 2023.

Ada lima persoalan utama yang selalu terjadi selama pelaksanaan PPDB yang sudah berusia tujuh tahun ini. Pertama, migrasi domisili melalui Kartu Keluarga calon siswa ke wilayah sekitar sekolah yang dinilai favorit oleh orang tua.
Satriwan menyebut ini umum terjadi di wilayah yang mempunyai sekolah unggulan. Modusnya, memasukkan atau menitipkan nama calon siswa ke KK warga sekitar.

Kasus serupa pernah terjadi di Jawa Tengah, Jawa Barat, Jakarta, Jawa Timur, dan terbaru di kota Bogor. Dia mengatakan modus pindah KK ini harusnya bisa diketahui dan diantisipasi sejak awal oleh RT/RW dan Disdukcapil.

“Solusi verifikasi faktual sudah tepat dilakukan. Yang dilakukan Wali Kota Bogor Bima Arya bereaksi di ujung proses PPDB ini agaknya telat dan menunjukkan Pemda tidak punya sistem deteksi sejak awal. Apalagi kota Bogor sudah ikut PPDB sejak 2017, jadi bukan hal baru mestinya,” kata Satriwan.

Namun, kata dia, perlu diingat hak warga negara untuk berpindah tempat. Tetapi, hak masyarakat juga menilai sekolah tertentu lebih baik ketimbang sekolah lainnya.

Satriwan menyebut dalam Permendikbudristek Nomor 1 Tahun 2021 tentang PPDB Pasal 17 ayat 2 berbunyi “Domisili calon peserta didik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan alamat pada kartu keluarga yang diterbitkan paling singkat 1 (satu) tahun sebelum tanggal pendaftaran PPDB”.

Artinya, perpindahan alamat KK diperkenankan secara hukum maksimal 1 tahun sebelum pendaftaran PPDB. Sementara itu, ilegal bila perpindahan kurang dari 1 tahun.

“Di sisi lain, fakta menunjukkan kualitas sekolah di Indonesia belum merata. Menyebabkan orang tua masih berlomba-lomba memasukkan anaknya ke sekolah yang dianggap lebih unggul,” tutur Satriwan.

Dia mengatakan tujuan awal sistem PPDB untuk pemerataan kualitas pendidikan. Meningkatkan kualitas seluruh sekolah (negeri) agar sama-sama berkualitas guru, sarana prasarana, kurikulum, dan standar lainnya.

Satriwan menilai tujuan utama PPDB hingga sekarang belum terwujud. Tingkat kesenjangan kualitas antarsekolah negeri masih terjadi bahkan makin tinggi.

Kedua, sekolah kelebihan calon peserta didik baru karena terbatasnya daya tampung, khususnya di wilayah perkotaan. Jumlah sekolah negeri dan daya tampung sekolah umumnya lebih sedikit ketimbang jumlah calon siswa.

Sehingga, jumlah kursi dan ruang kelas tidak dapat menampung semua calon peserta didik. Alhasil, calon siswa terlempar meskipun di satu zona.

Faktor utamanya, sebaran sekolah negeri tak merata. Satriwan mencontohkan di DKI Jakarta, jumlah calon peserta didik baru (CPDB) 2023 jenjang SMP/MTs adalah 149.530 siswa, tetapi total daya tampung hanya 71.489 siswa atau sekitar 47,81 persen saja.

CPDB jenjang SMA/MA/SMK mencapai 139.841 siswa, sedangkan total daya tampung hanya 28.937 atau hanya 20,69 persen saja. Sementara itu, daya tampung jenjang SMK justru lebih sedikit lagi hanya 19.387 siswa atau hanya 13,87 persen saja.

Data menunjukkan kondisi sekolah negeri di Jakarta makin tinggi jenjang sekolah, makin sedikit ketersediaan bangkunya. “Implikasinya adalah dipastikan tidak semua calon siswa dapat diterima di sekolah negeri, swasta menjadi pilihan terakhir,” ujar Satriwan.

Dia mengakatan solusi permasalahan daya tampung dapat dengan membangun Unit Sekolah Baru (USB) atau tambahan ruang kelas. Namun, dengan mempertimbangkan sekolah swasta tetap mempunyai siswa.

“Pemprov DKI Jakarta yang APBD nya besar saja tidak mampu menambah USB dan ruang kelas baru. Faktor biaya besar dan keterbatasan lahan baru untuk USB penyebabnya,” tutur Satriwan.

DKI Jakarta menyiasati dengan solusi “PPDB Bersama”. Anak-anak yang tarlempar tak diterima di sekolah negeri, kemudian sekolah di swasta yang dibiayai penuh oleh Pemprov. Sayangnya, PPDB Bersama tak begitu diminati oleh sekolah swasta terbaik di Jakarta.

Ketiga, sekolah kekurangan siswa. Persoalan yang cukup sering terjadi adalah sekolah sepi peminat karena sejumlah faktor. Seperti jumlah calon siswa sedikit, jumlah sekolah negeri banyak dan berdekatan lokasinya satu sama lain, serta lokasi sekolah jauh di pelosok pedalaman atau perbatasan yang aksesnya sulit. Faktor utamanya, sebaran sekolah negeri tak merata.

Kasus ini terjadi di Magelang, Temanggung, Solo, Sleman, Klaten, Batang, dan Pangkal Pinang. Di Batang, ada 21 SMP negeri kekurangan siswa pada PPDB 2022. Lalu Jepara, Yogyakarta, dan Semarang. Di Jepara, dalam PPDB 2023 hingga akhir Juni tercatat 12 SMP negeri masih kekurangan siswa.

“Di Yogyakarta ada 3 SMA negeri yang masih kekurangan siswa. Di kabupaten Semarang dalam PPDB 2023 ini sebanyak 99 SD negeri tak dapat siswa baru sehingga guru harus mencari murid dari rumah ke rumah,” ungkap Kepala Bidang Litbang Pendidikan P2G, Feriansyah.

Feriansyah menyebut persoalan sekolah kekurangan siswa ini dapat berdampak serius kepada jam mengajar guru. Bagi guru yang sudah mendapat Tunjangan Profesi Guru bisa terancam tidak menerima lagi tunjangan karena kekurangan jam mengajar 24 jam/seminggu yang disyaratkan oleh peraturan.

“Solusi sekolah kekurangan murid adalah pemda hendaknya melakukan merger, menggabungan sekolah negeri dan memperbaiki akses infrastruktur dan transportasi menuju sekolah,” jelas mahasiswa program doktor UGM ini.

Dia mengakui solusi di atas berbiaya tinggi dan melibatkan kementerian lain. Pekerjaan yang membutuhkan sinergisitas kementerian dan pemda.

Keempat, masalah dalam PPDB yang juga sering muncul adalah praktik jual beli kursi, pungli, dan siswa “titipan” dari pejabat atau tokoh di wilayah tersebut. P2G mencatat kasus terjadi di Bali, Bengkulu, Tangerang, Bandung, dan Depok.

Modusnya menitipkan siswa atas nama pejabat tertentu ke sekolah. Panitia PPDB sekolah yaitu kepala sekolah dan guru tidak punya power menolak sehingga praktik ini diam-diam terus terjadi.

Salah satu kasus yang ramai ialah titipan oknum anggota DPRD kota Bandung dalam PPDB 2022. Feriansyah mengungkapkan ada juga yang “sama-sama main mata dan saling kunci”.

Oknum ormas memaksa akan membocorkan ke media (publik) nama-nama siswa dan pejabat yang melakukan titipan. Sementara itu, pihak oknum ormas ternyata juga mempunyai calon siswa yang ingin dimasukkan ke sekolah yang sama. Usut punya usut, oknum ormas menjual jasa dengan tarif tertentu kepada calon orang tua siswa.

Dia mengungkapkan dalam PPDB 2023 di 2023 ada indikasi oknum guru melakukan jual beli bangku kepada calon orang tua siswa agar diterima PPDB. Persoalan dugaan pungli dalam PPDB Bengkulu terjadi sejak 2017.

“Jadi, selama PPDB tak hanya jalur zonasi, prestasi, afirmasi yang ada, tetapi juga ada jalur intervensi, intimidasi, dan surat sakti,” cetus Feriyansyah.

P2G mendesak pelaksanaan PPDB berkeadilan, akuntabel, transparan, dan bertanggung jawab. Orang tua dan guru diminta tak takut menyampaikan dugaan pungli atau siswa titipan pada Dinas Pendidikan, Satgas Saber Pungli, Ombudsman, atau Kemdikbudristek bahkan ke media massa.

Pihak Inspektorat Daerah, Dinas Pendidikan, dan Ombudsman juga mesti agresif melakukan monitoring, pengawasan, dan evaluasi pelaksanaan PPDB dan indikasi kecurangannya. Terpenting, tindak lanjutnya.

P2G meminta bila terjadi dugaan pungli oleh guru, kepala sekolah, atau masyarakat hendaknya diberikan sanksi tegas. Bahkan, dapat diselesaikan melalui jalur hukum pidana sebagai pembelajaran agar guru bekerja dengan bersih dan jujur.

Kelima, anak yang berasal dari keluarga tidak mampu (jalur afirmasi) dan anak dalam satu zonasi tidak dapat tertampung di sekolah negeri.

“Bagi P2G, sistem PPDB oleh pemerintah wajib memprioritaskan anak miskin dan satu zona untuk diterima di sekolah negeri,” tegas Feriyansyah.

Sejatinya, sistem PPDB berpihak pada anak miskin dan anak dapat bersekolah di dekat rumahnya. Hal ini lebih ringan untuk biaya ongkos termasuk faktor keamanan anak.

Dia mengatakan sepanjang anak miskin dan anak dekat sekolah tak dapat ditampung di sekolah negeri maka sistem PPDB gagal dalam mencapai tujuan utamanya. P2G menilai pemerintah gagal membangun sistem pendidikan berkeadilan dan berkualitas.

Ke depan, pemerataan sarana dan sarana pendidikan, baik penambahan ruang kelas atau sekolah baru, akan berbanding lurus dengan perekrutan guru oleh pemerintah daerah. Sehingga, fenomena masalah dalam PPDB dapat ditinjau dari kinerja dan political will pemerintah dalam membangun pendidikan berkeadilan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *