DaerahBali

Pura Unik Di Bali Gelar Piodalan Agung Saat Pengeling-eling Sepanjang Jalan Kubutambahan Steril

×

Pura Unik Di Bali Gelar Piodalan Agung Saat Pengeling-eling Sepanjang Jalan Kubutambahan Steril

Sebarkan artikel ini

Singaraja.Faktapres.id –Pura Negara Gambur Anglayang atau Pura Pancasila terletak di Bali Utara tepatnya di pesisir Desa Kubutambahan,Buleleng/Bali.

Pura yang sangat unik ini terdapat 8 pelinggih yang mencerminkan dari berbagai unsur keagamaan, menurut para leluhur katanya Pura merupakan salah satu pura tertua yang di Bali Utara. Pura Negara Gambur Anglayang juga disebut sebagai Pura Pancasila bahkan tak hanya warga Kubutambahan yang mengusung ada beberapa luar desa ikut sebagai pengempon pura.

Dari kedelapan pelinggih tersebut yakni pelinggih Ratu Bagus Sundawan dari unsur Suku Sunda, Ratu Bagus Melayu dari unsur suku Melayu, Ratu Ayu Syahbandar dan Ratu Manik Mas sebagai unsur etnis China atau Budha, pelinggih Ratu Pasek, Dewi Sri, dan Ratu Gede Siwa mencerminkan unsur Hindu. Satu lagi, ada pelinggih Ratu Gede Dalem Mekah yang mencerminkan unsur Muslim.

Hari ini Sabtu (24/11) dilaksanakan piodalan pecaruan dengan menggunakan berbagai sarana persembahan seperti hewan dari berkaki empat yakni, Kerbau, Babi, Kambing, Ayam dan lainya ada angsa, bebek yang sebelum dipotong hewan-hewan tersebut diajak mengelilingi seluruh pura.

Dahulu di kawasan pura ini awalnya berdiri sebuah pelabuhan bernama Pelabuhan Kuta Banding yang dipusatkan sebagai kota yang kini menjadi Banjar Dinas. Pelabuhan tersebut dikelilingi oleh benteng sebagai tempat transit perdagangan di Nusantara.

Kawasan suci Pura Negara Gambur Anglayang hingga kini dikeramatkan oleh masyarakat sekitar, bahkan menurut ketua Panitia piodalan sebulan penuh banyak larangan dilakukan baik ke masyarakat maupun ke desa adat mulai dari tidak diperbolehkan warga melaksanakan kawinan, makan hewan berkaki empat maupun pelaksanaan upacara di desa Adat. Pura yang sarat dengan pesan kebhinekaan ini kerap didatangi oleh pemedek dari berbagai agama bahkan saat warga non Hindu datang bersembahyang kerap kesurupan sesuai agama yang dianut dan sarat dengan pelinggih yang ada.Anehnya ketika piodalan muncul sebuah bendera Merah Putih tanpa jaritan dan bisa dibentangkan namun setelah itu hilang tanpa sebab dan kemunculan Bendera Merah Putih itu tidak menentu

Ketua panitia piodalan Nyoman Arda Sulandria dikonfirmasi (25/11) menerangkan hampir sebulan lebih persiapan piodalan dilakukan bersama kerama pengempon,”Kita sudah sampaikan jauh hari kepada Desa Adat bahwa pioldalan 30 tahun ini dan Desa Adat menyepakati. Juga kalau kalau warga Desa yang akan memiliki upacara Kawin,kematian (kelayu Sekar/hanya dikubur tanpa upacara) sementara untuk di Kubutambahan ditiadakan pelaksanaan upacara sepanjang piodalan masih berlangsung dan warga tidak diperbolehkan makan sukupat . Dan nanti (27/11) ada beberapa pelinggih desa yang diundang dalam melaksanakan Pengeling-eling ke pura Penyusuan,”papar Nyoman Arda

Diberikan kepercayaan sebagai panitian Nyoman Arda mengundang 3 Polsek, yakni Polsek Sawan, Tejakula, Kubutambahan,Pecalang Adat, Pol PP bahkan pasukan TNI AD yang berlokasi di Air Sanih diminta untuk ikut membantu pengamanan di 20 pos yang ada di pinggir jalan saat pelaksanaan Pengeling-eling pada (27/11) pukul 07.00 wita sampai berakhir dan dipuncak acara pada Rabu (28/11) akan mengundang seluruh pejabat Pemkab Buleleng termasuk Pj Bupati dan mantan Gubernur Wayan Koster”terangnya

Sisi lain Penyarikan atau juru kunci Pura Negara Gambur Anglayang, Nyoman Laken (72), sejarah pura ini tidak terlepas dari sejarah perdagangan di masa lalu. Kala itu perahu terbalik dari mereka sempat meminta pertolongan kepada masyarakat setempat, namun tetap tak berhasil. Panik, salah satu awak kapal mengajak rombongan lainnya melakukan persembahyangan untuk memohon keselamatan di sebuah pelinggih yang terdapat di kawasan itu.

“Mereka bersembahyang di sana total ada sekitar 9-13 orang mohon keselamatan dan kelancaran usaha. Meraka pun berjanji, jika memperoleh keselamatan, mereka akan membangun tempat suci di kawasan tersebut,” kata Nyoman Laken.

Laken menyebut, Presiden pertama Indonesia Soekarno juga pernah datang ke Pura Gambur Anglayang untuk bersembunyi dari kejaran penjajah Belanda sekitar tahun 1940-an. Beberapa tahun setelah kemerdekaan, Presiden Soekarno kembali datang dan menghaturkan sebuah bendera merah putih agar disimpan di Pura Negara Gambur Anglayang.

“Tahun 1941 Presiden Soekarno rauh (datang) dicari oleh penjajah Belanda, berlari ke pura dan tidak diketahui. Lalu di tahun 1950, beliau maturan bendera merah putih. Sejak saat itulah pura ini disebut pura Pancasila . Banyak yang mepinunas (memohon) disini, dan banyak yang berhasil mencapai tujuannya. Kebanyakan dalam dunia kerja, mulai politik sampai dengan usaha,” terangnya(ds)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *