Headline

Kejagung dan BPKP Bicara Korupsi Alkes RSUD Cengkareng

×

Kejagung dan BPKP Bicara Korupsi Alkes RSUD Cengkareng

Sebarkan artikel ini

Jakarta, faktapers.id – Kasus korupsi alkes RSUD Cengkareng TA 2014 dan pada 2018 dilidik oleh Kejari Jakbar akhirnya mendapat tanggapan dari Kejaksaan Agung RI. Kasus yang telah membuahkan tiga tersangka itu hingga kini tak terdengar kabar kelanjutannya, bahkan ketiga tersangka masih bebas menikmati udara segar. Kejaksaan Agung serta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) pun angkat bicara.

Jaksa Agung melalui Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum), Mukri, menjelaskan kepada Harian Faktapers dan faktapers.id di ruang kerjanya, Selasa (10/9/2019), bahwa penyidikan kasus korupsi alat-alat kesehatan di RSUD Cengkareng tahun 2014 adalah murni otoritas Kejaksaan Negeri Jakarta Barat.

Mukri mengakui bahwa jika para penyandang status tersangka masih berkeliaran dan penyidikannya belum ditingkatkan pada proses selanjutnya, hal itu dikarenakan masih dilakukan pendalaman terhadap bukti-bukti lain.

“Hingga kini kasus tersebut masih berjalan namun masih dilakukan pendalaman terhadap barang bukti lain. Masih ada bukti lain yang masih kurang sehingga kasusnya belum dimajukan ke proses pengadilan,” dalih pria asal Ciamis ini.

Ketika kasus ini mencuat, Wakil Gubernur DKI Sandiaga Uno kala itu menegaskan bahwa Pemprov DKI tidak menolerir terhadap tersangka korupsi. Namun ironisnya, tersangka korupsi yang ditetapkan oleh Kejari Jakbar masih gentayangan, dan bahkan ada yang telah pensiun.

Menyikapi kinerja Kejaksaan Negeri Jakbar, Warno, salah satu pengemudi ojek online bertitel Sarjana Hukum dan kerap mangkal di sekitar kantor Kejaksaan Negeri Jakbar, mengungkapkan, bahwa setiap pelaku kejahatan, baik itu kejahatan umum maupun kerah putih seharusnya tidak ada pandang bulu.

“Kalau sudah berstatus tersangka, ya harus di tahan. Apalagi penjahat kerah putih, kalau tidak di tahan akan berpotensi menghilangkan barang bukti,” ujar Warno, SH.

Warno pun mengernyitkan dahinya ketika membaca berita Harian Faktapers terkait korupsi alkes RSUD Cengkareng TA 2014.

“Katanya sudah cukup alat bukti untuk menyeret ketiga tersangka itu ke pengadilan tipikor, kenapa hingga sekarang tidak di tahan? Nah…, ini patut dipertanyakan! Sudah setahun lebih lho kasus ini…mana kepastian hukumnya?” ujar pria yang setiap hari berpenghasilan Rp 150 ribu dari ojek online.

Pada edisi sebelumnya, disebutkan bahwa kasus korupsi pengadaan alat kesehatan di RSUD Cengkareng tahun anggaran 2014 dilidik oleh Kejari Jakbar mulai tahun 2018, dan telah menetapkan tiga tersangka yakni Dwiyani Mahastuti selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Anita Apulia yang membuat Harga Perkiraan Sendiri (HPS), dan seorang dari pihak kontraktor pemenang yakni Direktur PT Hutama Sejahtera Radofa, Fajar Salomo Hutapea.

Kasus itu pun mandek dan berkasnya tidak didaftarkan ke Pengadilan Tipikor sejak pertengahan tahun 2018. Kasus itu diungkap saat Kepala Kejaksaan Negeri Jakbar dijabat oleh Reda Manthovani. Di era Reda, Kejari Jakbar telah menetapkan tiga tersangka korupsi alkes RSUD Cengkareng dan tidak ditahan.

Kemudian, posisi Kajari beralih ke tangan Patris Yusrian Jaya. Lagi-lagi…, ketiga tersangka korupsi alkes tak juga ditahan, dan berkasnya pun tak juga didaftarkan ke pengadilan Tipikor.

Tak lama menjabat, posisi Kajari Patris Yusrian beralih ke tangan anak Jaksa Agung. Bayu Adhinugroho Arianto, sang anak Jaksa Agung RI diharapkan mampu menyeret ketiga tersangka korupsi alkes tersebut. sayangnya, sudah beberapa bulan menjabat, tak terdengar gebrakan dari sang anak Jaksa Agung itu.

Masyarakat pun bertanya-tanya terhadap integritas Kejaksaan Negeri Jakbar dalam mengungkap kasus korupsi.

“Ungkap kasus jangan seperti hangat-hangat tahi ayam,” ungkap Warno, SH, si pengemudi ojol.

Berdasarkan data yang dihimpun Harian Faktapers dan faktapers.id disebutkan bahwa ketiga tersangka diduga terlibat kasus korupsi pengadaan 13 item alat kesehatan pada anggaran tahun 2014, dengan nilai kontrak sebesar Rp 10,8 miliar dari pagu anggaran sebesar Rp 15 miliar dan HPS sebesar Rp 12,6 miliar.

Atas kasus itu, ketiganya bakal dijerat dengan Pasal 2 dan 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Kitab Undang-undang Hukum Pidana dengan ancaman 20 tahun penjara.

Humas RSUD Cengkareng, Agung Rusiana, ketika dikonfirmasi Harian Faktapers dan faktapers.id, mengatakan, bahwa Dwiyani Mahastuti selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) semasa itu, saat ini telah pensiun sejak awal tahun 2019. Sedangkan Anita Apulia masih aktif bekerja di RSUD Cengkareng.

BPKP Jemput Bola
Kepala Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) melalui Kasubbag Komunikasi Publik, Ratna Wijihastuti, Rabu (11/9), menjelaskan kepada Harian Faktapers dan faktapers.id bahwa pihaknya akan mengklarifikasi kasus korupsi alkes RSUD Cengkareng ke Kajari Jakarta Barat.

Seingatnya, ungkap Ratna, pihak BPKP belum pernah diminta untuk mengaudit dugaan kerugian negara pada proyek pengadaan alkes RSUD Cengkareng Tahun Anggaran 2014. Walau demikian, ujar Ratna, pihaknya akan meng-cross cek hal itu ke Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Barat.

Ratna berdalil, pihaknya tidak dapat membocorkan hasil audit ke publik, kecuali kepada Presiden RI. Hal itu, ungkap Ratna, merupakan kesepakatan antara BPKP dengan lembaga negara.

“BPKP tidak bisa memberikan informasi hasil auditnya kepada siapa pun terkait temuan, apa lagi hasil jumlah kerugian negara akibat kasus korupsi. Kecuali Presiden,” terang Ratna Wijihastuti di kantornya, di kawasan Pramuka, Jakarta Timur.

Menurut Ratna, setiap audit yang dilakukan BPKP merupakan penugasan atau permintaan dari pihak atau lembaga yang bersangkutan, dan hasilnya bukan untuk konsumsi publik.

“Bahwa untuk penugasan yang berkaitan dengan audit, dan review tidak untuk dikonsumsi publik. Kalau pun ada lembaga lain yang menyebutkan silahkan saja, tapi tidak dari BPKP,” papar Ratna lagi.

Ratna menambahkan, bahwa BPKP hanya bisa memberikan informasi untuk disebarkan atau dipublikasikan hanya berupa keterangan Ada Kerugian atau Tidak ada Kerugian saja.

“Kami hanya bekerja sesuai standar prosedur (SOP) saja,” ujarnya. her/fp01

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *